Find Us On Social Media :

Berencana Legalkan Poligami di Daerahnya, Pemerintah Aceh: Daripada Cuma Nikah Siri

Ilustrasi pernikahan.

 

Laporan Wartawan GridHot.ID, Siti Nur Qasanah

GridHot.ID - Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa istri dalam waktu yang bersamaan.

Poligami berlawanan dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu istri.

Baru-baru ini, diketahui bahwa Pemerintah Aceh akan melegalkan poligami.

Baca Juga: Dengar Cerita Susahnya Hidup di Penjara dari Vicky Prasetyo, Galih Ginanjar Berurai Air Mata Ingat Putra Semata Wayangnya dengan Fairuz

Dikutip GridHot.ID dari Serambinews.com, ketentuan mengenai pelegalan poligami diatur di dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang sedang digodok oleh Komisi VII DPRA dan direncanakan akan disahkan menjadi qanun pada September nanti.

Saat ini, pihak Komisi VII sedang melakukan proses konsultasi draf rancangan qanun tersebut ke Jakarta, yakni ke Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

“Draf qanunnya sedang kita konsultasikan dan saat ini saya juga sedang berada di Jakarta untuk keperluan itu,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPRA, Musannif, kepada Serambi, Jumat (5/7/2019).

Baca Juga: Bukan Mbah Mijan, Sosok Misterius Ini Beri Petunjuk Lokasi Jenazah Thoriq Secara Akurat Sesaat Sebelum Ditemukan Tim SAR

Rancangan Qanun Hukum Keluarga ini, menurut Musannif, merupakan usulan pihak eksekutif (Pemerintah Aceh).

DPRA lantas mempelajari draf yang diajukan itu dan menilai bahwa aturan yang terdapat di dalamnya bisa dijalankan di Aceh sebagai daerah yang bersyariat Islam.

Ketentuan yang diatur di dalam draf qanun ini, antara lain, menyangkut perkawinan, perceraian, harta warisan, dan poligami.

Musannif menyebutkan, di dalam ketentuan poligami itu ada diatur tentang syarat-syarat poligami, salah satunya harus ada surat izin yang dikeluarkan oleh hakim Mahmakah Syar’iyah.

“Dalam hukum Islam, izin ini sebenarnya tidak diperlukan. Tetapi dalam syarat administrasi negara, kita mau itu harus ada sehingga tidak semua orang bisa melakukan poligami,” terangnya.

Baca Juga: Dianggap Jelmaan Mendiang Saudaranya, Mbah Samiasa Menangis Histeris Saat Tau Buaya yang Selalu Diberinya Makan Tiap Malam Jumat Mati Dibunuh Warga

Syarat-syarat lainnya yang juga diatur adalah kemampuan secara ekonomi serta sehat jasmani dan rohani.

Ketentuan jumlah istri juga disesuaikan dengan hukum Islam, yakni dibatasi sampai empat orang, dan jika menginginkan lebih dari itu, maka salah satunya harus diceraikan.

"Dalam hukum Islam, laki-laki dibolehkan menikahi perempuan sampai empat orang. Cuma terkadang laki-laki ini kan berpikir hanya pada frase 'dibolehkan sampai empat', sedangkan ayat sesudahnya 'yang berkeadilan' nggak dipikirkan," ujar Musannif.

Baca Juga: Pilu! Netizen Berbondong-bondong Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk Thoriq Rizky Tepat di Hari Jenazah Sang Pendaki Ditemukan Usai 13 Hari Hilang di Gunung Piramid

"Nah, berkeadilan itu yang paling penting yang kita mau tuju, jangan waktu dia mau ambil fasilitas, kewajibannya nggak dijalankan,” sambungnya.

Berkeadilan inilah yang juga melandasi perlunya dibuat aturan yang melegalkan poligami.

Sebab, selama ini, diatur atau tidak, poligami marak terjadi di Aceh, hanya saja dilakukan melalui nikah siri atau pernikahan di bawah tangan.

Akibatnya, kaum perempuan mendapat ketidakadilan dan tidak terlindungi hak-haknya sebagai istri atau ibu dari anak yang lahir dalam pernikahan siri.

Secara pribadi, Musannif juga setuju jika poligami dilegalkan di Aceh.

Baca Juga: Hotman Paris Todong Pertanyaan Perihal Tidur Bareng Wijin di Australia, Gisella Anastasia Panik Bawa-bawa Nama Mamanya

"Daripada menghindari poligami, antipoligami, tetapi yang terjadi di lapangan justru poligami secara siri,” cetus politikus PPP ini.

Pihaknya menyadari bakal banyak sorotan terkait dilegalkannya aturan tentang poligami tersebut di Aceh, terutama dari LSM-LSM yang concern pada isu-isu gender.

Oleh karena itu, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang dijadwalkan pada Agustus nanti, pihaknya juga turut mengundang LSM-LSM tersebut.

“Kita akan undang mereka, kita mau dengar, dari sisi gender itu apa yang menyebabkan mereka tidak setuju dengan poligami?” tegas Musannif.

Baca Juga: Butuh 4 Jam Perjalanan ke Lokasi Hingga Kerahkan Ratusan Orang Tim SAR, Begini Sulitnya Evakuasi Jenazah Thoriq dari Gunung Piramid

Sementara itu, melansir Antara News, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Barat, Teungku Abdurrani Adian mengatakan pihaknya sangat setuju dan sependapat dengan rencana Pemerintah Aceh untuk melegalkan poligami.

"Poligami ini secara Agama Islam memang sah (legal), akan tetapi selama ini belum diterapkan dalam aturan daerah. Jika aturan ini diterapkan, kita (ulama) sangat mendukung," kata Teungku Abdurrani Adian, Sabtu (6/7/2019) di Meulaboh.

Ulama memandang, upaya pengesahan peraturan daerah (qanum) poligami merupakan solusi terbaik kerana akan berdampak baik terhadap kehidupan masyarakat Aceh, khususnya bagi kehidupan rumah tangga.

Sehingga tidak akan ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Baca Juga: Aksinya Terekam CCTV, Wanita yang Jilat Es Krim Lalu Taruh Kembali ke Rak Pendingin Supermarket Terancam 20 Tahun Bui dan Denda Rp 140 Juta

"Untuk itu kami kalangan ulama sangat mendukung aturan ini, apalagi disahkan secara hukum negara, maka akan lebih baik. Hal ini sebagai solusi supaya jangan ada lagi pihak-pihak yang jadi korban akibat timbulnya poligami di masyarakat," tambah Teungku Abdurrani Adian.

Teuku Abdurrani Adian juga berpendapat, apabila aturan ini tidak dilegalkan, dikhawatirkan akan memicu munculnya penghulu liar di sejumlah daerah di Aceh.

Sebab, poligami itu tetap akan dilaksanakan oleh mayarakat yang menginginkan untuk memiliki istri lebih dari satu orang.

Baca Juga: Taruhan Besar Sunan Kalijaga di Kasus Video Ikan Asin: Rey Utami dan Pablo Benua Tak Lolos Hukum, Saya Mundur Jadi Pengacara

Ia juga menyarankan agar semua pihak memberi penjelasan bahwa secara hukum Agama Islam dan hukum negara, poligami memang dibolehkan dan tidak bertentangan dengan aturan yang ada. (*)