GridHot.ID -Virus Corona tampaknya lebih cepat menyebar di negara-negara Eropa.
Sementara itu, di negara-negara Asia Tenggara di mana secara geografis lebih dekat dengan Wuhan, China di mana menjadi daerah pertama pusat Virus Corona justru penemuan kasusnya tak terlalu banyak dibanding Eropa.
Spesialis Virologi dan Epidemiologi asal Inggris, Stanley Mitchell lantas mencoba menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi.
Berdasarkan wawancara TribunWow.com melalui WhatsApp pada Jumat (24/4/2020), Stanley menilai bahwa hal itu terjadi karena berbagai faktor.
Stanleymenjelaskan jumlah kasus Virus Corona yang dimiliki sekarang baru bersifat sementara dan cenderung bisa berubah-ubah.
Semakin banyak pengujian dilakukan maka semakin besar pula kemungkinan perubahan data yang terjadi.
"Tetapi dalam hal pengumpulan statistik dan analisis semua yang kita miliki sekarang sangat sementara dan cenderung berubah karena lebih banyak data dirilis dan analisis di masa depan maka akan lebih jelas apa yang terjadi," kata Stanley.
Menurut Stanley, perbandingan cukup signifikan soal penyebaran Virus Corona di Eropa dan Asia Tenggara khususnya juga faktor pengetesan.
Sebagaimana diketahui, Virus Corona sering kali terjadi tanpa gejala.
Tanpa pengetesan, seseorang tidak akan diketahui pasti terinfeksi Virus Corona atau tidak.
"Salah satu penjelasan yang paling banyak dibahas untuk perbandingan penyebaran Virus Corona di Eropa dan Asia adalah dalam pengujian."
"Semakin jelas bahwa sebagian besar infeksi COVID-19 tidak menunjukkan gejala, atau menghasilkan gejala yang sangat ringan. Tanpa pengujian luas, orang-orang ini tidak akan terdeteksi," ucap Stanley.
Stanley menjelaskan bahwa tingkat pengujian di negara-negara Eropa lebih banyak dibanding negara-negara Asia, termasuk Indonesia.
"Di Asia, rata-rata tingkat pengujian lebih rendah daripada rata-rata Eropa per kapita," ucapnya.
Peneliti 25 tahun ini lantas menyinggung soal melonjaknya kasus kematian misterius di Jakarta dengan protokol Covid-19.
Sehingga memunculkan dugaan sudah banyak orang terkena Virus Corona namun belum terdeteksi.
"Lonjakan penguburan baru-baru ini di Jakarta, misalnya, telah banyak dibahas sebagai indikator peningkatan kematian yang disebabkan oleh beberapa orang karena penyebaran virus Corona yang tidak terdeteksi."
"Untuk saat ini, visibilitas dikaitkan dengan tingkat pengujian yang diterapkan suatu negara, dan persentase kasus yang mengakibatkan rawat inap atau kematian," jelasnya.
Lalu, cepat atau lambatnya penyebaran Virus Corona bisa terjadi karena berbagai faktor seperti polusi udara, kebiasaan sosial hingga intesitas menggunakan masker dan lain-lain.
Namun faktor usia adalah hal yang sering membuat seseorang mudah terjangkit.
Lansia yang terkena Virus Corona biasanya akan terlihat gejalanya hingga harus dirawat dan bahkan menyebabkan kematian.
Pria yang bekerja di pengembangan teknologi kesehatan ini mengatakan bahwa rata-rata populasi orang tua di Eropa lebih banyak dibanding Asia.
Sehingga, hal ini bisa menjadi faktor mengapa penyebaran Virus Corona di Eropa jauh lebih terlihat dibanding Asia.
"Lalu ada sejumlah faktor perancu yang mungkin mempengaruhi tingkat keparahan infeksi. Ini termasuk paparan polusi udara, merokok, kebiasaan sosial, kecenderungan memakai masker, dan banyak lagi."
"Namun, yang paling mempengaruhi adalah usia. Covid-19 memiliki tingkat mortalitas yang berbeda dengan mayoritas kematian pada mereka yang berusia di atas atau sekitar 60 tahun."
"Sehingga dampaknya, dan penyebaran penyakit yang terlihat (terdeteksi sebagai rawat inap dan kematian) cenderung lebih tinggi di Eropa daripada sebagian besar Asia hanya untuk fakta bahwa Eropa rata-rata adalah populasi yang jauh lebih tua," jelas Stanley.
Hal ini juga terlihat di mana negara Irlandia dengan populasi banyak orang muda tidak mengalami kasus Virus Corona separah negara-negara Eropa lain yang secara geografis dengan negara tersebut.
Hingga Jumat, kasus Virus Corona di negara persemakmuran Inggris tersebut masih sekitar 16 ribu lebih kasus.
Meski demikian, Stanley menegaskan sekali lagi bahwa pandemi Virus Corona ini masih baru dimulai.
Sehingga, akan muncul kemungkinan-kemungkinan baru lainnya.
Ia menegaskan tingkat visabilitas (tampak nyata) di Eropa dengan banyaknya pengujian membuat benua ini memiliki kasus konfirmasi positif Virus Corona jauh lebih banyak.
"Kesimpulannya, kita masih berada di titik awal pandemi, dan banyak pertanyaan tidak akan diselesaikan sampai bertahun-tahun di masa depan."
"Ada alasan untuk meyakini bahwa Virus Corona mungkin menyebar lebih cepat di Eropa, tetapi juga bukti kuat bahwa ini mungkin disebabkan sebagian besar karena visibilitas kasus yang lebih besar di negara-negara Eropa," jelasnya.
Peneliti lulusan University of Oxford ini menambahkan agar masyarakat untuk tetap menjaga jarak aman serta mematuhi saran medis seperti phisycal distancing untuk mengurangi risiko penularan.
Apalagi, Virus Corona bisa menyebar ke negara manapun.
"Ingatlah untuk tetap aman, dan ikuti saran medis saat ini untuk mengurangi risiko infeksi untuk Anda dan keluarga Anda," imbaunya. (TribunWow.com/Mariah Gipty)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul "Peneliti Inggris Ungkap Mengapa Corona di Eropa Lebih Cepat, Singgung Lonjakan Kematian di Jakarta"
(*)