Gridhot.ID - Kasus order fiktif kembali terjadi di tengah masyarakat.
Kali ini order fiktif yang terjadi cukup berskala besar.
Peristiwa ini tengah ramai diperbincangkan masyarakat Kendal, Jawa Tengah.
Baca Juga: Gigit Jari, Gaji Ke-13 Ternyata Tidak Diberikan pada Semua PNS, Menkeu Sri Mulyani Ungkap Alasannya
Pasalnya terdapat orderan fiktif buah nanas dan pisang yang hampir bersamaan di Kabupaten Kendal.
Yang menjadi korban yakni Mulyono Setiadi (45) warga Klayatan, Kota Malang.
Ia mengirimkan buah nanas sebanyak 8.500 buah ke Kabupaten Kendal.
Namun sayangnya sesampai di tempat tujuan ia tidak menjumpai oleh pemesan buahnya itu.
Mulyono menceritakan bahwa kejadian itu bermula saat pembeli tersebut memesan buahnya melalui media sosial facebook.
Menurutnya setelah setuju dengan pemesanan, pada Sabtu (18/7/2020) ia mengirimkan buah tersebut.
Namun setiba di Kendal, ia tidak menjumpai orang yang memesan tersebut.
"Jadi perjanjiannya ada uang ada barang, jadi saya kirimkan dulu, sebelumnya nomornya bisa saya hubungi, tapi sekarang sudah tidak bisa," katanya pada tribun jateng, Selasa (21/7)
Merasa ditipu, akhirnya dirinya memutuskan untuk pulang ke Malang.
Ia pulang dengan membawa rasa kecewa.
Sembari di perjalanan pulang ia mencoba mencari orang yang mau untuk membeli nanasnya.
Akibat kejadian itu ia pun merasa dirugikan.
Menurutnya nanasnya ia bawa senilai Rp 29 juta.
Seharusnya ia pulang sudah membawa uang, namun ia harus menanggung beban biaya dan modal yang telah ia keluarkan untuk membeli nanas tersebut.
"Saya juga melaporkan kejadian saya ke Polda Jateng, namun belum tahu apakah akan ditindaklanjuti atau tidak," ujarnya.
Kejadian hampir serupa telah terjadi sebelumnya.
Order Fiktif Pisang
Hartoyo Susilo (35) warga Wonosobo, Jawa Tengah, sedih tertipu orderan pisang yang mengatasnamakan warga sebuah desa di Kendal.
Sebanyak 150 tandan pisang kepok dan pisang ambon yang dibawanya dari Kecamatan Leksono menggunakan pikap tak bisa diturunkan di lokasi.
Hartoyo menceritakan awal mula musibah yang membuatnya kecewa itu terjadi pada Jumat (17/7/2020).
Dia sempat bingung harus menjual pisang itu ke mana lantaran warga di alamat tersebut mengaku tidak pernah order dagangannya.
"Awalnya sekitar 5 hari lalu ada yang order pisang melalui Whatsapp.
Minta (pisangnya) dikirim ke Kendal," terang Hartoyo kepada Tribunjateng.com, Sabtu (18/7/2020).
Melihat ada order masuk, Hartoyo membalas pesan tersebut.
Kemudian terjalin komunikasi dengan pemesan.
Pemberi order mengaku warga Kendal meminta kiriman pisang kepok hingga puluhan tundun.
Hartoyo tak menyanggupinya lantaran stok pisang kepoknya tinggal 25 tandan.
Si pemesan ternyata tetap memohon stok yang ada dikirimkan ke Kendal dengan menjanjikan pembayaran yang tinggi.
"Sudah saya bilang ada 25 tandan saja.
Dia (pemesan) tetap minta dikirim.
Terus dia tanya, 'Kalau dikirim ke Kendal harus berapa banyak?'
Saya jawab minimal 100 tundun.
Dijawabnya, 'Oke kirim saja,'" tutur Hartoyo kepada Tribunjateng.com.
Selama lima hari, Hartoyo akhirnya bisa mengumpulkan lebih dari 100 tandan.
Baca Juga: Catat! Ini 7 Pelat Nomor Kendaraan yang Bakal Selalu Diburu Polisi di Jalanan, Siap-siap Kena Tilang
Ia kemudian mengabari pemesan perihal stok yang sudah ada.
Setelah tawar menawar, Hartoyo diminta mengirimkan 150 tundun yang terdiri atas pisang kepok dan sebagian pisang ambon.
Hartoyo dijanjikan dibayar Rp 9 juta-Rp 10 juta sebagai harga beli plus biaya ganti bensin.
Ia juga dikirimi foto KTP pemesan dan lokasi pengiriman via Google Maps di Whatsapp.
Si pemesan berjanji akan mentransfer uang jadi lebih dahulu.
Sayang, Hartoyo yang telanjur percaya meminta uang dibayar sekaligus saja.
"Ya namanya orang dagang, padahal biasanya gak pernah kena tipu begini.
Saya prinsipnya menjual kepada pelanggan yang serius.
Nah dia terus meyakinkan saya dengan menjanjikan transfer uang dulu.
Saya bilang, 'Sudah dihitung di sana saja nanti dibayar di lokasi. '
Saya kemudian dikirimi foto KTP," katanya.
Setelah keduanya sepakat, Hartoyo menata pesanan pisangnya pada Kamis (16/7/2020) malam.
Dia berangkat ke lokasi pengiriman pada tengah malam agar bisa sampai pagi hari.
Hartoyo sempat mengirim pesan singkat kepada pemesan perihal keberangkatannya membawa pisang disertai foto barang di pikap.
"Saat itu dibalas, 'Hati-hati.'
Baru saya sampai sekitar pukul 05.00 pagi dekat dengan titik lokasi," terangnya.
Hartoyo menelepon dan mengirimi pesan singkat kepada pemesan namun tidak ada jawaban.
Ia pun menanyakan rumah pemesan sesuai KTP kepada warga sekitar.
Setelah sampai di depan rumah yang dicari, seorang laki-laki dewasa justru keluar menegur Hartoyo yang hendak menurunkan pisang dari pikap.
"Saya kaget, ada bapak-bapak disusul perempuan sepertinya istrinya, keluar dan bicara nada tinggi.
Minta saya jangan menurunkan pisang itu.
Kata dia anaknya tidak pernah pesan sama sekali.
Saya diajaknya duduk, saya bingung di situ.
Si bapak tidak mau menerima pisangnya dan meminta saya lapor ke Polda Jawa Tengah," jelasnya.
Hartoyo mengaku sudah berusaha meyakinkan pria tersebut dengan menunjukkan pesan WA beserta KTP yang dikirimkan.
Begitu pula pemilik rumah menunjukkan HP milik sang anak sementara anaknya tak keluar rumah.
Bingung disertai marah karena merasa dipermainkan, Hartoyo akhirnya pergi membawa pisangnya.
Dia sempat memposting dagangan ini di beberapa grup Facebook dengan harapan ada yang mau membelinya.
Unggahan itu juga dikirimkan ke grup-grup Whatsapp yang ia ikuti.
Grup-grup ini rata-rata merupakan kelompok para pelaku niaga.
"Malahan di salah satu grup, saya di-bully.
Dibilang saya yang tukang tipu, posting hanya untuk mencari simpati supaya dagangan laku.
Tidak habis pikir kan kenapa kok saya yang dibilang tukang tipu," ceritanya.
Bully-an itu membuat dia merasa semakin marah, kecewa, dan bingung.
Hartoyo hanya berpikir bagaimana caranya menjual pisang agar tetap laku sebelum pulang.
Jangan sampai dia kembali ke Wonosobo membawa pisang 150 tandan.
Ia akhirnya menghubungi saudara sesama saudagar hasil bumi di Singorojo, Kendal.
Sebagian pisang kepoknya kemudian dibeli saudaranya tersebut.
Di pikap masih tersisa sebagian pisang kepok lain dan pisang ambon.
Hartoyo kemudian bergegas ke Temanggung menawarkan sisa dagangannya ke saudara lain hingga Jumat malam.
Dalam perjalanan, dia berharap prinsip niat dagang untuk mencari relasi saudara tersebut membuahkan berkah bagi diri dan keluarganya.
"Kejadian ini pertama kali saya alami.
Kecewa, sempat marah, dan sedih pasti ada.
Saya berharap ini menjadi pelajaran bagi teman-teman pedagang lain yang berjualan melalui medsos atau online.
Semoga tidak terulang lagi di kemudian hari sehingga tak ada pihak yang dirugikan," jelas pedagang hasil bumi yang sudah berjualan lima tahun terakhir ini.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul "Antar 8.500 Buah Nanas dari Malang ke Kendal, Pria Ini Jadi Korban Orderan Fiktif, Rugi Rp 29 Juta"