Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Pada sidang nota keberatan atau eksepsinya Rabu (30/9/2020) kemarin, Jaksa Pinangki membantah sejumlah hal.
Salah satunya ialah mengenai action plan yang disebut ditugaskan pada Jaksa Pinangki.
Diberitakan GridHot sebelumnya, Rabu (23/9/2020) lalu, terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Makhamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, yakni Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Diketahui, dalam dakwaan tersebut, terdapat sejumlah action plan yang direncanakan oleh Pinangki.
Jaksa Pinangki diketahui pernah membuah 10 action plan untuk membebaskan Djoko Tjandra dari jeratan hukum.
Action plan pinangki ini terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan untuk Pinangki. Ada 10 poin rencana kerja. Intinya, membebaskan Djoko Tjandra dari segala hukuman.
Pinangki juga memasukkan nama sejumlah pejabat dalam action plan atau semacam proposal untuk kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung.
Sejumlah nama tersebut ialah Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dan eks Mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali.
Sementara itu, dilansir dari Wartakotalive, Jaksa Pinangki Sirna Malasari membantah membuat action plan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra sebagai terpidana korupsi cessie Bank Bali. Hal itu diungkapkannya dalam nota keberatan atau eksepsi saat persidangan di PN Jakarta Pusat.
Pihak jaksa Pinangki Sirna Malasari menegaskan tidak pernah menyebut nama Jaksa Agung ST Burhanudin dan eks Mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali.
Hal itu terungkap dalam nota keberatan alias eksepsi Pinangki, yang dibacakan kuasa hukumnya, dalam persidangan perkara pidana No. 38/Pid.Sus-TPK/2020/PN.JKT.PST di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (30/9/2020).
“Perihal nama Bapak Hatta Ali (Mantan Ketua Mahkamah Agung) dan Bapak ST Burhanudin (Jaksa Agung) yang ikut dikait-kaitkan namanya belakangan ini dalam permasalahan hukum terdakwa.
"Sama sekali tidak ada hubungannya, dan terdakwa tidak pernah menyebut nama beliau, dalam proses penyidikan dan penuntutan perkara terdakwa,” tegas Pinangki dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya.
Dalam eksepsi itu, Pinangki pun menegaskan tidak ada hubungan dengan dua sosok tersebut. Pinangki hanya mengetahui Hatta Ali sebagai mantan Ketua Mahkamah Agung.
Pinangki mengaku tidak mengenal secara personal dan tidak pernah berkomunikasi dengan Hatta Ali. Dia pun hanya mengetahui ST Burhanuddin sebagai atasan atau Jaksa Agung di institusi tempatnya bekerja.
“Namun tidak kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan beliau,” jelas tim kuasa hukum Pinangki.
Nota keberatanya itu menyoroti berbagai pemberitaan dan surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum, khususnya terkait banyaknya pihak yang seakan-akan terseret dalam kasus ini.
Pinangki, dalam eksepsi itu, juga menegaskan penyebutan nama-nama tersebut bukan didasarkan oleh pernyataannya.
“Dapat kami sampaikan dalam momen ini, penyebutan nama pihak-pihak tersebut bukanlah atas pernyataan terdakwa dalam proses penyidikan. Namun karena ada orang-orang yang sengaja mau mempersalahkan terdakwa, seolah-olah dari terdakwa-lah yang telah menyebut nama pihak-pihak tersebut."
"Terdakwa sejak awal dalam penyidikan menyampaikan tidak mau menimbulkan fitnah bagi pihak-pihak yang namanya selalu dikait-kaitkan dengan terdakwa,” lanjut kuasa hukum Pinangki.
Kuasa hukum Pinangki menyebut, terdakwa melihat ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan kasus ini untuk kepentingan tertentu, khususnya kepada nama-nama yang disebutkan dalam action plan.
Pinangki pun khawatir perkara yang membelitnya ini dijadikan alat untuk menjatuhkan kredibilitas pihak-pihak lain. Pinangki didakwa dengan tindakan permufakatan jahat sebagaimana termuat dalam Pasal 15 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam eksepsinya, Pinangki menyebut dakwaan itu sangat dipaksakan, baik oleh para penuntut umum, maupun penyidik saat proses penyidikan.
Sebab, seandainya pun benar (quad non) Pinangki membantu Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung sehubungan dengan Putusan PK No.12/2009 agar Joko tidak dapat dieksekusi, secara fakta tuduhan itu tidak jadi dilaksanakan.
“Karena Joko Sugiarto Tjandra telah menyatakan action plan proses fatwa tersebut tidak masuk akal. Dan memilih untuk menempuh jalur pengajuan peninjauan kembali melalui pengacara Anita Kolopaking,” demikian lanjutan eksepsi yang dibacakan di ruang persidangan.
Dalam permufakatan jahat yang dituduhkan kepada Pinangki, terdapat action plan yang di dalamnya terdapat kode nama-nama orang lain yang diisukan ‘dijual’ olehnya.
Padahal, faktanya, sambung kuasa hukum, Pinangki bukanlah orang yang membuat action plan itu, apalagi menyebutkan nama-nama di dalamnya.
“Sejak awal pemeriksaan di penyidikan, terdakwa tidak mau berspekulasi dengan nama-nama yang ada dalam action plan. Karena memang tidak tahu dari mana asal action plan tersebut, apalagi isi di dalamnya. Sehingga menjadi pertanyaan besar kenapa terdakwa masih didakwa dengan suatu hal yang nyata-nyatanya tidak terjadi,” demikian sambungan isi eksepsi Pinangki.
Melansir sumber yang sama, menanggapi hal itu, Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Bagus Nyoman Wismantanu memastikan penyidik memiliki bukti kuat, terkait action plan yang dirancang oleh Jaksa Pinangki.
"Ada pasti (alat bukti), apa yang ada didakwakan," kata Bagus di Gedung Bundar JAM Pidsus, Jakarta Selatan, Kamis (1/10/2020).
Bagus menuturkan, pihaknya enggan merespons lebih lanjut terkait bantahan Jaksa Pinangki lainnya di dalam persidangan. Termasuk, soal bantahan terima uang dari Djoko Tjandra hingga nama-nama yang muncul di persidangan.
"Terkait materi nanti aja di sidang, karena kita tidak mau mendahului apa yang nanti disampaikan di sidang. Kan semuanya sudah harus dinyatakan secara terbuka di sidang," paparnya. (*)