Find Us On Social Media :

Bongkar Fakta Mengejutkan, Eks Petinggi Komnas HAM: Omnibus Law Cipta Kerja Itu Undang-undang Perbudakan di Amerika, Jokowi Hidupkan yang Telah Mati di Abad ke-20

Ilustrasi perbudakan Amerika Serikat dan demo menentang omnibus law di Indonesia

Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari

GridHot.ID - Beberapa waktu terakhir, perhatian masyarakat Indonesia terfokus pada rancangan undang-undang (RUU) yang baru saja disahkan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).

Pasalnya, anggota DPR RI pada Senin (5/10/2020) telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.

Hal ini pun membuat masyarakat dan aktivis geram.

Baca Juga: Membongkar Karajaan Bisnis Suami Puan Maharani, Mulai dari Migas hingga Properti

Bahkan di sejumlah daerah telah terjadi demonstrasi akibat disahkannya Omnibus Law oleh DPR RI.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk palu tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Baca Juga: Unjuk Rasa Tolak Pengesahan UU Cipta Kerja Berakhir Ricuh, Mahasiswa Ditembaki Gas Air Mata, Sejumlah Polisi Alami Luka-luka

"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.

"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.

Sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka terhadap RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna.

Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat tetap menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Sampaikan Pembelaannya Soal Pengesahan RUU Cipta Kerja, Krisdayanti: Tidak Ada Niat untuk Memanjakan Pengusaha atau Investor

Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.

Disahkannya RUU Cipta Kerja ini pun menarik perhatian seluruh kalangan, tak terkecuali aktivis yang kerap vokal menyuarakan pendapatnya.

Salah satu aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga merupakan mantan komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM  turut angkat bicara mengenai hal itu.

Ialah Natalius Pigai.

Baca Juga: Ngaku Tak Ada Niat Manjakan Pengusaha, Krisdayanti Sebut UU Cipta Kerja Demi Ciptakan Lapangan Kerja yang Lebih Banyak: Terobosan Hukum untuk Bangsa

Putra asli Papua itu membuat pernyataan keras atas disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR RI beberapa waktu lalu.

Aktivis HAM itu menyebut bahwa UU Cipta kerja merupakan bagian dari undang-undang perbudakan.

"Omnibus Law Cipta Kerja Itu Undang2 Perbudakan," seperti dikutip GridHot dari akun Twitter @NataliusPigai2.

Berdasarkan cuitannya, aturan seperti itu telah dihapus di beberapa negara.

Salah satunya ialah Amerika Serikat.

Baca Juga: Kini Disorot Usai Diduga Matikan Mikrofon Anggota Lain Saat Pengesahan RUU Cipta Kerja, Puan Maharani Ternyata Miliki Harta Tak Terduga, Segini Total Kekayaannya

"Amerika sejak 1863 sdh digugat Dress Cot di MA Federal. 1865 Revolusi Sosial Amerika & Abraham Lincoln hapus UU Perbudakan," cuitnya di akun Twitter miliknya.

Lain hal dengan Indonesia, undang-undang tersebut justru baru saja disahkan oleh Anggota DPR RI.

Baca Juga: Resmi Disahkan DPR, UU Cipta Kerja Ternyata Hapus Hak Libur Pekerja 2 Hari dalam Seminggu, Begini Kata Menko Perekonomian

Menurut putra asli Tanah Papua itu, Presiden Joko Widodo justru menghidupkan undang-undang perbudakan yang telah lama mati dan dikubur di abad ke-20.

"Di Indonesia, Jokowi hidupkan Undang2 Perbudakan yg di dunia telah mati dan dikubur di abad ke 20," tukasnya. (*)