Find Us On Social Media :

Bukti Permulaan Sudah Digenggaman, KPK Siap Bongkar Kasus Pencucian Uang Nurhadi, JPU Sebut Eks Sekretaris MA Beri Perintah Ini ke Menantunya

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman

Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari

GridHot.ID - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, telah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keduanya ditangkap di sebuah rumah di bilangan Jakarta Selatan.

Mereka dibekuk pada Senin (1/6/2020) malam.

Baca Juga: Dari Kombes hingga Brigjen, 25 Perwira Tinggi Polri Ini Dinaikkan Pangkatnya oleh Kapolri Idham Azis, Siapa Saja?

Melansir Wartakotalive.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap membongkar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dkk.

"Terkait penerapan pasal TPPU, beberapa bukti petunjuk sudah kami kumpulkan namun lebih dahulu akan ditelaah lebih lanjut terutama terkait dengan unsur tindak pidana asal/predicate crime dalam kasus tersebut," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (21/10/2020).

Diberitakan sebelumnya, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi ke arah dugaan pencucian uang.

Baca Juga: 'Penghasilanku Berasal dari Rakyat', Febri Diansyah Bocorkan Slip Gaji Pegawai KPK, Kini Resmi Keluar dari Lembaga Antirasuah

"Bahwa tentu sangat memungkinkan untuk dikembangkan ke arah dugaan TPPU, sejauh dari hasil penyidikan saat ini ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka TPPU," kata Ali, Minggu (8/6/2020).

Diketahui, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta pada PN Jakarta Pusat pada Kamis (22/10/2020) pukul 10.00 WIB.

"Sesuai Penetapan Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Pusat, persidangan perdana atas nama terdakwa Nurhadi dkk dengan agenda pembacaan surat dakwaan," kata Ali.

Ali mengatakan, Nurhadi dan Rezky didakwa Pasal 12 huruf a atau kedua Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca Juga: Bakal Dimanjakan Fasilitas Mewah, KPK Kini Usulkan Bus Operasional Pegawai Usai Pengajuan Mobil Dinas Pimpinan Disetujui, Begini Hasilnya

Dilansir dari Kompas.com, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyebutkan, eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi memerintahkan menantunya, Rezky Herbiyono, untuk menerima uang dari sejumlah pihak yang sedang berperkara di pengadilan.

Nurhadi dan Rezky didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp 37.287.000.000 dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.

"Terdakwa I (Nurhadi) memerintahkan Terdakwa II (Rezky) untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan Pengadilan baik ditingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali tersebut," demikian bunyi surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020).

Baca Juga: Pantas Banyak Orang Ngebet Jadi Penegak Hukum, Ternyata Gaji dan Tunjangan Perwira Polisi hingga KPK Bikin Tergiur, Berikut Rinciannya

JPU KPK mengungkapkan, gratifikasi tersebut diterima secara bertahap sejak tahun 2014 sampai ddengan 2017 dari sejumlah pihak yaitu Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardani, Donny Gunawan, Freddy Setiawan, dan Raiadi Waluyo.

Gratifikasi dari lima nama di atas kemudian diterima menggunakan rekening atas nama Rezky, Calvin Pratama, Soepriyo Waskito Adi, Yoga Dwi Hartiar, dan Rahmat Santoso.

JPU KPK pun membeberkan, pemberian gratifikasi tersebut terkait dengan perkara-perkara yang dijalani oleh lima nama pemberi tersebut.

Handoko Sutjitro disebut memberikan uang senilai total Rp 1,8 miliar pada 2014 dalam rangka pengurusan perkara Nomor 264/Pdt.P/2015/PN.SBY dan perkara tersebut dimenangkan oleh Handoko.

Baca Juga: Sedang Proses Pencicilan, Inilah Total Utang Putra Sulung Jokowi yang Maju Jadi Calon Wali Kota Solo, Gibran: Itu Biasa...

Lalu, Renny Susetyo Wardhani pada tahun 2015 memberikan uang senilai total Rp 2,7 miliar dalam rangka pengurusan perkara Peninjauan Kembali No 368PK/Pdt/2015.

Kemudian, Donny Gunawan selaku Direktur PT Multi Bangun Sarana pada tahun 2015 senilai total Rp 6,5 miliar pada 2015.

Pemberian dari Donny itu dalam rangka pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 100/Pdt.G/2014/PN.SBY, perkara di Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 723/Pdt./2014/PT.Sby, serta perkara di Mahkamah Agung Nomor 3220 K/PDT/2015.

Baca Juga: Dinilai Coreng Citra Sendiri, Busyro Muqoddas Ungkap Alasan Jadi Pengacara Bambang Trihatmodjo, Mantan Petinggi KPK: Bukan Kasus Korupsi, Tapi...

Selanjutnya, penerimaan dari Freddy Setiawan pada 2015-2017 senilai total Rp 23,5 miliar dalam rangka pengurusan perkara Peninjauan Kembali Nomor 23 PK/Pdt/2016.

Terakhir, Riadi Waluyo memberi uang senilai Rp 1,687 miliar pada 20 April 2016 dalam rangka pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 710/Pdt.G/2015/PN.Dps.

Penerimaan gratifikasi itu tidak dilaporkan Nurhadi dan Rezky dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ketentuan Undang-Undang Tipikor.

Baca Juga: Mantan Petinggi KPK Jadi Tim Pengacara Bambang Trihatmodjo, Busyro Muqoddas Dinilai Coreng Citra Sendiri, Peneliti: Itu Merugikan!

"Perbuatan Terdakwa I melalui Terdakwa II menerima uang seluruhnya sejumlah Rp 37.287.000.000,00 haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya sebagai Sekretaris di Mahkamah Agung RI," kata JPU KPK.

Selain didakwa menerima gratifikasi, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima suap sebesar Rp 45.726.955.000 dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.

Baca Juga: Pilih Lepas Jabatan, Pengunduran Febri Diansyah Undang Seribu Tanya, Yunarto Wijaya Singgung Mantan Pegawai KPK Soal Nyalon Gubernur: Nyagub Uda?

Atas perbuatannya itu, Nurhadi dan Rezky didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. (*)