Find Us On Social Media :

Per 1 November, Garuda Indonesia Putus Kontrak Kerja 700 Orang Karyawan, Direktur Utama Jelaskan Alasannya

Garuda Indonesia

GridHot.ID - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengalami kesulitan keuangan di tengah pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, Garuda Indonesia (GIAA) memutus kontrak sekitar 700 orang karyawan dengan status tenaga kerja kontrak yang sejak Mei 2020 lalu telah menjalani kebijakan unpaid leave. 

Pemutusan kontrak tersebut berlaku mulai 1 November 2020.

Dalam rilis resmi perusahaan, Garuda Indonesia (GIAA) menyatakan bahwa keputusan pemutusan kontrak kerja dilakukan lebih awal dari masa kontrak kerja karyawan dengan status tenaga kerja kontrak.

Baca Juga: Ditendang Erick Thohir dari Garuda Indonesia, Ari Askhara Kini Jadi Tersangka, Buntut Kasus Penyelundupan yang Rugikan Negara Rp 1,5 Miliar "Ini merupakan imbas turunnya demand layanan penerbangan pada masa pandemi," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia (GIAA) Irfan Setiaputra dalam keterangan resmi yang diterima Kontan, Selasa (27/10/2020)Garuda Indonesia (GIAA) memastikan akan memenuhi seluruh hak karyawan yang terdampak pemutusan hubungan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pembayaran di awal atas kewajiban perusahaan terhadap sisa masa kontrak karyawan.Mengaku ini merupakan keputusan sulit, kata Irfan, kebijakan tersebut terpaksa harus dilakukan GIAA setelah melakukan berbagai upaya penyelamatan untuk memastikan keberlangsungan perusahaan di tengah tantangan dampak pandemi covid-19.

Baca Juga: Logonya Terpampang di Pesawat Garuda Indonesia, Rans Entertainment Ternyata Punya Cara Kerja Seperti Ini, Anak Buah Raffi Ahmad: Tolong Kalau Ada Iklan Jangan di Skip

Kata Irfan, kepentingan karyawan adalah prioritas utama GIAA.

GIAA juga tetap berupaya mengoptimalkan berbagai langkah strategis guna memastikan perbaikan kinerja demi kepentingan karyawan dan masa depan bisnis GIAA.Sebagai informasi, maskapai penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk (GIIA) dibebani utang besar. Per 1 Juli 2020, utang GIAA mencapai 2,2 miliar dolar AS atau Rp 31,9 triliun (kurs Rp 14.500 per dollar).

Arus kas perusahaan ini juga tipis hanya di kisaran Rp 200 miliar.

Baca Juga: Sempat Mati-matian Ingin Jebloskan Akun Twitter @digeeembok ke Penjara, Siwi Sidi Justru Cabut Laporan Soal Kasus Gundik Garuda Indonesia, Ada Apa?Pemerintah tak tinggal diam dan akan memberikan data talangan ke GIAA sebesar Rp 8,5 triliun.

Ini pula yang melatari penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) alias mandatory convertible bond (MCB) GIAA.OWK ini untuk menampung dana talangan dari pemerintah.

OWK Garuda Indonesia (GIAA) senilai Rp 8,5 triliun ini memiliki tenor tujuh tahun dan akan dikonversi menjadi saham baru seri B.Baca Juga: Bagai Mimpi di Siang Bolong, Logo RANS Milik Raffi Ahmad Ada di Badan Pesawat Pelat Merah, Jawaban Dirut Garuda Indonesia Bikin Penasaran

Transaksi ini diharapkan memperbaiki likuiditas GIAA melalui penambahan kas sesuai dengan total jumlah OWK oleh calon pemodal, serta memperbaiki struktur permodalan. Tapi, kepemilikan pemegang saham Seri B lain akan terdilusi 61%.

Dalam prospektus ringkas, Garuda (GIAA) memberi gambaran, setelah konversi OWK, kepemilikan saham PT Trans Airways bisa berkurang menjadi 9,9% dari sebelumnya 25,8%. Sedangkan kepemilikan masyarakat turun dari 13,7% menjadi 5,3%.Merujuk harga saham Garuda (GIAA) pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (27/10/2020), saham Garuda (GIAA) ditutup di harga Rp 240 per saham, turun 0,83%.Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Garuda Indonesa (GIAA) putus kontrak 700 karyawan per 1 November, ini sebabnya"(*)