Gridhot.ID - Jatuhnya Soeharto setelah 32 tahun berkuasa membawa angin segar bagi rakyat Timor Leste.
Referendum kemerdekaan yang dinanti-nanti Timor Leste akhirnya terlaksana atas permintaan BJ Habibie.
China pun merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Timor Leste pada tahun 2002.
China juga menyediakan banyak biaya untuk pembangunan negara tersebut, bahkan memberikan utangan dalam proyek Tasi Mane.
Tak hanya dalam bentuk biaya, siapa sangka di Timor Leste ada sekitar 4.000 orang China yang menetap dan tinggal di sana.
Mereka mendirikan basis ekonomi, mulai dari sektor ekonomi kecil hingga besar.
Menurut South China Morning Post, di Plaza Timor, nyaris semua toko dan tempat perbelanjaan dimiliki oleh orang Tionghoa.
Sebut saja salah satunya betnama Ma Liyu, wanita ini mengaku berasal dari kota Ningde di Provinsi Fujian, China.
Ia datang ke Timor Leste untuk berdagang daun teh dan aksesoris ponsel.
Ma pindah sekitar 11 tahun lalu, setelah mendengar akan sangat mudah menghasilkan uang di negara tersebut.
Namun, ia mengaku memulai bisnisnya tidak mudah. Ia sempat ditipu oleh imigran China lainnya dan kehilangan tabungan hingga 70.000 dollar AS.
"Mereka orang China bisa menipu satu sama lain," katanya.
"Mereka ingin menipu Anda demi uang, mereka menghasilkan uang, Anda kehilangan uang, ini sering terjadi secara teratur," imbuhnya.
Menurut Ma, banyak persaingan terjadi di Timor Leste antara orang China, namun mereka merasa lebih baik tinggal di Timor Leste.
Terletak 500 km Australia pantai utara dan berbagi perbatasan darat dengan Indonesia, Timor Timur juga dikenal sebagai Timor Leste adalah negara demokrasi termuda di Asia.
Pada 30 Agustus 1999, 78,5 persen orang Timor Leste memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dan pemerintahan transisi PBB menjalankan negara itu selama 3 tahun sampai mencapai kemerdekaan penuh.
Negara ini memiliki populasi 1,3 juta dan merupakan salah satu negara termiskin di Asia-Pasifik, dengan sebagian besar warganya menjadi petani subsisten.
Mica Barreto Soares, seorang peneliti tentang hubungan China-Timor Leste dan kontributor Routledge Handbook of Contemporary Timor Leste 2019.
Memperkirakan sekitar 4.000 Migran China tinggal di negara itu pada 2019 dan telah mendirikan 300 hingga 400 perusahaan bisnis.
Ini termasuk menjual barang-barang murah dan bahan bangunan serta menjalankan restoran, hotel, rumah bordil, warung internet, dan pompa bensin, tulisnya.
Namun, Kedutaan Besar China di Dili tidak pernah merilis angka tentang berapa banyak warganya yang berada di Timor Leste, dan banyak yang mungkin tidak mendaftarkan kehadiran mereka di kedutaan atau memperpanjang visa mereka sehingga sulit untuk menentukan jumlah pastinya.
Graeme Smith, seorang peneliti di Departemen Urusan Pasifik dari Universitas Nasional Australia dan pembawa acara The Little Red Podcast, yang menangani urusan China.
Mengatakan daratan melihat kepentingan strategis dalam mengakui Timor Leste terlebih dahulu karena persaingan geopolitiknya dengan Taiwan serta potensi Selat Wetar yang dipandang sebagai jalur pelayaran alternatif ke Selat Malaka.
"Alasan tergesa-gesa China dalam mengakui Timor Leste pada 2002 sebagian karena Timor Leste sebagai negara bangsa terbaru di dunia dan salah satu yang diminati oleh para diplomat Taiwan,” kata Smith.
Soares mengatakan nilai investasi China di Timor Leste "sangat-sangat kecil" dibandingkan dengan Indonesia dan Australia, tetapi investasi infrastrukturnya lebih terlihat.
China membantu membangun kementerian luar negeri Timor Leste, kementerian pertahanan dan gedung-gedung kantor kepresidenan dan jaringan listrik negara serta jalan raya lintas negara.
Bulan lalu, konstruksi dimulai pada pelabuhan laut dalam senilai 490 juta dollar AS di Teluk Tibar di Timor Leste, yang diberikan kepada Perusahaan Teknik Pelabuhan China milik negara.
Perusahaan China terlihat meningkatkan ekonomi Timor Leste dengan menurunkan harga dan meningkatkan persaingan, tetapi ada kekhawatiran tentang kolusi di antara bisnis China. (Afif Khoirul M)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul: "Tak Hanya Beri Sokongan Biaya Pembangunan di Timor Leste, Industri Kecil di Negara Itu Ternyata Dibangun Oleh Orang China, 4.000 Orang China Diperkirakan Pindah Ke Timor Leste."
(*)