Find Us On Social Media :

Bikin Resah Masyarakat, Marak Kasus Remaja Nekat Cegat Truk Melintas Untuk Konten, Begini Kata Psikolog

Ilustrasi Truk Gandeng

Gridhot.ID - Beberapa waktu lalu sempat viral sekumpulan remaja lakukan aksi nekat mencoba berhentikan truk saat sedang melintas untuk membuat konten.

Tragisnya salah satu dari mereka meninggal di tempat kejadian.

Peristiwa sekumpulan remaja nekat coba berhentikan truk yang sedang melintas baru-baru ini terjadi di Jalan Raya Siliwangi, Pamulang, Tangerang Selatan, Kamis (25/3/2021) dini hari.

Baca Juga: Tinggal di Rumah Berplafon Emas 22 Karat, Tak Disangka Andrey Taulany Pernah Ngutang pada Adul Karena Tak Sanggup Bayar Ini, Sang Komedian: TV Bayarannya Lama

Diketahui seorang anak berusia 14 tahun berinisial MH tewas seketika akibat terlindas saat berhentikan truk bersama teman-temannya yang saat itu sedang membuat konten video.

Video yang memperlihatkan cuplikan peristiwa sekumpulan remaja yang nekat coba berhentikan truk yang sedang melintas tersebut diunggah salah satunya oleh akun Instagram @kabartangsel.

Sebenarnya apa sih penyebab mereka berani dan nekat melakukan tindakan seperti itu?

Baca Juga: Tetap Dikawal Ketat Aparat Negara Meski Pamornya Turun dan Tempat Praktiknya Ditutup, Ningsih Tinampi Sesumbar Pilih Nikahi Sosok Beristri dengan Mahar Luar Biasa Ini: Dinikah Sekarang Mau!

Melansir Kompas.com, Psikolog asal Solo, Hening Widyastuti menjelaskan hal nekat seperti itu sebelumnya banyak sekali dilakukan oleh anak-anak remaja belasan tahun, mulai dari yang duduk di bangku kelas 6 SD hingga SMU.

Diia mengatakan, jika usia belasan tahun merupakan remaja awal yang secara psikologis memiliki ikatan pertemanan yang lebih kuat nih dibanding ikatan dengan dengan keluarga, "Ikatan komunitasnya remaja (awal) itu kuat, benar-benar seperti magnet buat mereka dibanding dengan keluarga," kata Hening.

Ikatan pertemanan yang sangat kuat ini pada akhirnya membentuk perilaku remaja, "Kemudian model geng-nya seperti apa, itu akan menjadi contoh bagi remaja ini."

Hening juga menjelaskan, proses ikatan pertemanan yang kuat muncul karena alasan mencari jati diri dan situasi remaja yang cenderung labil.

Baca Juga: Sebulan Turun hingga 6 Kg, Tantri Kotak Bagikan Tips Ampuh Diet Sesudah Melahirkan: Beneran Nggak Berasa Lagi Diet

Semisal berantem dengan orang tua sehingga menciptakan kondisi rumah yang tidak kondusif, maka pelariannya ya ke luar rumah.

"Ke luar itu (pertemanan) juga tergantung. Kalau komunitasnya positif, akan membentuk mereka menjadi positif. Kalau kebetulang gengnya negatif, nekat-nekatan dan sebagainya, itu akan mengubah pola pikir si remaja ini," jelas dia.

Selain itu, dia menjelaskan tentang sistem pembentukan saraf otak pada remaja, "Sistem saraf belum terbentuk sempurna dan baru terbentuk sempurna itu usia dewasa, usia 20 tahun ke atas" ungkap Hening.

Baca Juga: Pantas Kaesang Pangarep Jadi Rebutan, Ahok Ungkap Bisnis Putra Bontot Jokowi Kini Makin Menggurita: Mas Gibran Sudah Ngomong

Nah, pembentukan sistem saraf yang belum sempurna pada remaja ini, pada akhirnya menyebabkan remaja sulit untuk berpikir jauh ke depan.

"Jadi, risiko itu dia enggak mikirin. Yang penting saya mau lakukan, saya berani nekat. Nekat bener," kata dia.

Menurut Hening, nggak cuma menghadang truk, bahkan memanjat pagar sekolah untuk bolos juga termasuk tindakan nekat dan nggak berpikir panjang tentang resikonya.

Pola pikir seperti inilah yang membedakan remaja dan orang dewasa.

Hening mengatakan bahwa kasus remaja seperti nge-bm truk ini dipengaruhi oleh lingkungan pertemanannya.

Baca Juga: Terlilit Utang Karena Ketagihan Ikut-ikutan Forex, Oknum Pegawai KPK Curi Barang Bukti Emas 1,9 Kilogram, Aksi Liciknya Terbongkar Gara-gara Hal Ini

"Setiap harinya, mungkin mereka hanya melihat teman-temannya, ikut-ikutan, lalu lama kelamaan dia merasa nyaman dan akhirnya berani memberhentikan truk yang luar biasa besar dibanding badannya," kata Hening.

Memang sekarang trennya apa-apa dibuat konten. Ketika dulu media sosial belum ramai, aksi seperti ini jarang terekspos.

Nah, menurut Hening setelah ada media sosial dengan konten serupa, remaja yang melihat aksi berbahaya dalam konten tanpa disadari menumbuhkan keinginan untuk melakukan hal serupa. (*)