Find Us On Social Media :

Penyidik KPK Dipotong Gajinya Gara-gara Bully Saksi Kasus Bansos Covid-19, Juliari Batubara Dapat Keringanan Setelah Dicaci Masyarakat, ICW Cium Kejanggalan

Eks Menteri Sosial Juliari Batubara

Gridhot.ID - Kasus Juliari Batubara memang sudah memasuki masa puncak.

Dikutip Gridhot dari Tribunnews sebelumnya, Juliari Batubara diketahui divonis 12 tahun penjara lebih tinggi dari tuntutan sebelumnya.

Namun disebutkan pula Mantan Menteri Sosial Juliari Batubatra dinilai sudah cukup menderita akibat cacian dan hinaan masyarakat terkait kasus bantuan sosial Covid-19 yang menjeratnya.

Baca Juga: Elsa Nyaris Stress, Nino Akan Menceraikannya, Nasib Anak yang Dikandungnya Jadi Simpang Siur, Berikut Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta 24 Agustus 2021

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, jhal itu diucapkan ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Muhammad Damis saat membacakan hal-hal yang meringankan vonis Juliari, Senin (23/8/2021).

"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat,” tutur hakim Damis, Senin.

Menurut hakim, Juliari telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum Juliari belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.Putusan pengadilan itu pun dipertanyakan.

Baca Juga: Kemelut Rumah Tangganya Masih Terus Bergulir, Bani M Mulia Kepergok Ucap Syukur dan Unggah Potret Pernikahannya dengan Lulu Tobing, Benarkah Rujuk?

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar mengatakan, alasan meringankan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam memvonis mantan Menteri Sosial Juliari Batubara terlalu mengada-ada. "Alasan itu berlebihan dan mengada-ada. Terlalu jauh," kata Fickar saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menyebut, cacian yang menjadi hal meringankan vonis mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara mendistorsi atau membiaskan independensi hakim.

Menurut Suparji, alasan tersebut mengundang polemik karena terpengaruh opini publik yang mencaci maki Juliari akibat tindakan korupsi yang dilakukannya.

"Jadi ini adalah suatu pertimbangan yang agak susah dipertanggungjawabkan dalam konteks hukum karena bisa mendistorsi tentang makna independensi hakim," ujar Suparji kepada Kompas.com, Selasa (24/8/2021).

Baca Juga: Dikerubungi 5 Tenaga Medis, Reino Barack Tergolek Lemas di Ranjang Sembari Mendapatkan Perawatan, Ada Apa?

Penyidik kena sanksi

Saat Juliari mendapatkan keringanan karena dianggap telah dicerca dan dimaki masyarakat, penyidik KPK yang menangani kasus ini malah kena sanksi etik.

Dalam pengusutan kasus bansos, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dua penyidik KPK Mochammad Praswad Nugraha dan Muhammad Nur Prayoga terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

Kedua penyidik itu dinyatakan bersalah melakukan perundungan (bully) dan pelecehan kepada salah satu saksi dalam perkara bansos Covid-19 bernama Agustri Yogasmara alias Yogas.

Baca Juga: Terhenyak Saat Coba Terawang Rumah Tangga Lesti Kejora dan Rizky Billar, Sosok Ini Tak Kuasa Tahan Kesedihan Saat Tahu Leslar Akan Terserang Orang Ketiga Sampai Hokinya Memudar

Adapun putusan tersebut dinyatakan dalam sidang etik Dewan Pengawas KPK yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Harjono dan dua Anggota Majelis Albertina Ho dan Syamsuddin Haris pada Senin (12/7/2021).

"Mengadili, menyatakan para terperiksa I Mochammad Praswad Nugraha, II, M Nur Prayoga bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa perundungan dan pelecehan terhadap pihak lain," kata Ketua Majelis Sidang Dewas, Harjono dalam konferensi pers, Senin.

Dalam sidang etik tersebut, Harjono juga menyatakan kedua penyidik KPK itu diberi sanksi yang terdiri dari sanksi ringan dan sedang.

Praswad Nugraha diberi sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama 6 bulan.

Baca Juga: Baku Hantam dengan Al, Nino Ngotot Lakukan DNA Terhadap Reyna, Andin? Berikut Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta 24 Agustus 2021

Sedangkan, Nur Prayoga diberi sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama 3 bulan.

Pelaporan terhadap Praswad Nugraha dan Nur Prayoga ke Dewas atas dugaan intimidasi dilakukan sendiri oleh saksi yang mengalami intimidasi yaitu Agustri Yogaswara alias Yogas.

Menanggapi sanksi etik itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan sanksi etik tersebut menambah daftar kejanggalan dalam penanganan perkara yang melibatkan eks Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai terdakwa.

Daftar kejanggalan itu, lanjut Kurnia adalah keengganan memproses dugaan keterlibatan dua orang politisi, hingga hilangnya sejumlah nama dalam surat dakwaan.

"Mulai dari ketidakmauan memproses dua orang politisi, keterlambatan penggeledahan, pemberhentian Kasatgas Penyidik dan Penyidik melalui Tes Wawasan Kebangsaan, serta hilangnya sejumlah nama dalam surat dakwaan," ujar Kurnia.

Baca Juga: Banting Tulang Demi Angkat Derajat Keluarga, Ayu Ting Ting Disebut Telah Berubah Setelah Kaya Raya, Tetangga Ikut Singgung Sikap Ayah Rozak Selama Ini

Sedangkan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai, sanksi etik yang diberikan kepada Mochammad Praswad Nugraha dan Muhammad Nur Prayoga tidak adil.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pelanggaran etik berupa perundungan itu merupakan bentuk improvisasi penyidik untuk mengungkap kasus.

"Saya merasakan ketidakadilan, kalau penyidik itu kan dalam rangka menggali keterangan saksi yang diduga tidak kooperatif sehingga kemudian melakukan sedikit improvisasi, dan itu hal yang biasa kok," kata Boyamin kepada Kompas.com, Selasa (13/7/2021).

(*)