Find Us On Social Media :

Sains Mampu Jelaskan Kenapa Hari Senin Terasa Menyebalkan, Singgung Resiko Serangan Jantung yang Mengintai

Ilustrasi lelah

Gridhot.ID - Hari Senin biasanya dianggap sebagai hari pertama dalam sebuah pekan.

Dikutip Gridhot dari laman wikipedia, nyatanya Senin merupakan hari kedua.

Senin diambil dari bahasa Ibrani, Sheni yang berarti hari kedua.

Dalam bahasa Arab, Isnain pun artinya juga hari kedua.

Hari Senin sering dianggap sebagai hari pertama karena digunakan sebagai hari pertama dalam minggu untuk masuk kerja atau sekolah.

Hal ini menandakan pula jika hanya ada 54 minggu dalam satu tahun.

Hari Senin seringkali dianggap sebagai hari yang menyebalkan.

Siapa sangka, sains ternyata bisa menjelaskan fenomena ini.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, kondisi ini sebenarnya berkaitan dengan efek kurang tidur dan disfungsi sirkadian. Dilansir dari Psychology Today, Minggu (14/8/2022) secara subyektif, kebanyakan orang meremehkan efek perubahan pola tidur terhadap kesehatan dan fungsi tubuh.

Studi di laboratorium menemukan, bahwa satu sampai dua jam kurang tidur menyebabkan penurunan fungsi kognitif, gangguan hormon, percepatan penuaan biologis, hingga pola aktivasi gen yang merugikan.

Mayoritas perubahan ini kerap kali tidak terlihat ataupun disadari.

Hanya ketika efeknya mencapai ambang intensitas tinggi seperti pada jet lag atau episode insomnia, orang biasanya lebih memperhatikannya.

Baca Juga: Penampakannya Bikin Melongo, Intip Potret Rumah Mewah Milik Ayah Mertua Syahrini yang Sudah Ada Sejak 1997 Tapi Jarang Dikunjungi, Bak Istana di Atas Awan!

Dalam kasus jet lag, kebanyakan orang dewasa akrab dengan kombinasi antara kelelahan, perlambatan mental, dan pengaruh akibat perjalanan melintasi beberapa zona waktu.

Adapun jet lag adalah contoh gangguan sirkadian yang terjadi, ketika siklus tidur-bangun menjadi tidak selaras dengan jadwal 24 jam yang biasa digunakan tubuh.

Efek samping kognitif, emosional, dan fisik dari jet lag disebabkan oleh kumpulan hormon kompleks yang pengaturannya secara perlahan menjadi kacau.

Dalam banyak kasus, perubahan siklus tidur-bangun ini berlangsung selama beberapa jam.

Setelah seminggu sekolah atau jam kerja reguler, misalnya, seseorang dapat memanfaatkan hari Sabtu mereka untuk begadang pada Jumat malam dan tidur pada Sabtu pagi.

Pola serupa mungkin berulang pada Sabtu malam dan Minggu pagi.

Hanya dalam 48 jam ini, perubahan tidur-bangun secara nyata menggeser jam internal dan siklus hormon seseorang.

Kadar kortisol atau hormon stres biasanya naik satu hingga dua jam sebelum orang tersebut bangun untuk sekolah atau bekerja, dan menurun setelah puncak siklus ini.

Demikian pula, tingkat melatonin untuk mengatur pola tidur yang biasanya memuncak pada malam hari mulai lebih lambat di akhir pekan, untuk menyelaraskan dengan waktu tidur.

Banyak hormon lain yang sebagian diatur oleh mekanisme sirkadian seperti estrogen, testosteron, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, insulin, dan hormon nafsu makan lainnya, berusaha keras karena pola tidur berubah.

Siklus hormon tersebut memiliki efek mendalam tidak hanya pada perasaan saja, tetapi fungsi organ internal.

Baca Juga: Makan Uang Suap Capai Rp 5 Miliar, Begini Penampakan Rumah Mewah Rektor Unila yang Ditangkap KPK, Profesi Istri Karomani Jadi Sorotan

Oleh karena itu, ketika tidak selaras dengan jadwal tidur alami, Anda menjadi rentan terhadap sejumlah kondisi fisik dan psikologis yang negatif.

Saat Senin datang, setelah 48 jam dari siklus tidur-bangun yang terlambat, kadar kortisol memuncak selama perjalanan ke tempat kerja dan di pagi hari bukan sebelum bangun.

Akibatnya, orang cenderung stres saat Senin pagi.

Bangun lebih awal pada hari Senin dibandingkan saat Sabtu dan Minggu, mungkin juga menyebabkan resistensi insulin dan leptin.

Sehingga, memengaruhi suasana hati, fungsi kognitif, nafsu makan, dan kontrol glukosa darah.

Efek dari disregulasi hormon begitu kuat bahkan mengurangi kemampuan jantung untuk merespons stres, meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular seperti serangan jantung.

(*)