GridHot.ID - Ferdy Sambo tampaknya masih melakukan perlawanan dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang menjeratnya.
Dilansir dari Tribunnews.com, Penasihat Ahli Kapolri Prof. Muradi mengatakan upaya Fedy Sambo melakukan perlawanan terlihat saat Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Domanik menyebut suami Putri Candrawathi itu menyampaikan keterangan berbeda dengan tersangka lainnya.
Tersangka Bharada E mengaku bahwa yang menembak Brigadir J adalah dirinya dan Ferdy Sambo.
Namun saat rekonstruksi, Ferdy Sambo menolak melakukan reka ulang adegan penembakan.
Ferdy Sambo mengaku tidak menembak Brigadir J.
Menurut Muradi, hal tersebut harus dikroscek kebenaranya.
"Ini hal serius, harus dikroscek soal pengakuan FS menembak atau tidak," ucap Muradi dalam program Back To BDM yang dipandu Budiman Tanuredjo, yang tayang di Kompas.id.
"Ini kan ada perbedaan ya, kalau saya kira, saya implisit menangkapnya memang masih ada upaya perlawanan, perlawanan untuk mengatakan saya tidak melakukan itu," laanjutnya.
Meski begitu, Muradi meyakini bahwa akan ada proses hukum yang lebih komprehensif dan efektif.
Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran itu juga meyakini bahwa Ferdy Sambo akan mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya.
Mengingat Ferdy Sambo dikenakan pasal berlapis. Bukan hanya pembunuhan berencana, tapi juga obstruction of justice.
"Saya optimis alurnya tidak akan keluar dari 20 tahun penjara, minimum," lanjutnya.
Sementara itu, melansir Wartakotalive.com, Muradi juga sempat mengungkit isu soal keberadaan kakak asuh yang mencoba membantu meringankan hukuman Ferdy Sambo.
Muradi menyebutkan bahwa kakak asuh aka berupaya membuat Ferdy Sambo agar divonis ringan dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Istilah kakak asuh sendiri merujuk pada anggota Polri, baik yang sudah pensiun atau masih menjadi petinggi di institusi Bhayangkara.
"Keterlibatan (dalam kasus Brigadir J) tadi kan ada tiga. Pelaku langsung, orang yang terlibat langsung, dan orang yang tidak terlibat langsung tapi ikut di dalamnya," kata Muradi.
"Bisa jadi kakak asuh itu adalah yang ketiga. Kakak asuh ini adalah yang tidak terlibat langsung, tapi kemudian ikut merancang, ikut mendorong," tuturnya.
Mereka, menurut Muradi, mencoba melobi petinggi Korps Bhayangkara untuk meringankan hukuman Ferdy Sambo.
Kakak asuh dalam model konteks yang sudah pensiun, ada yang belum, nah ini yang saya kira yang agak keras di dalam kan itu situasinya sebenarnya karena kakak asuh itu punya peluang, punya powerful yang luar biasa ya," kata Muradi kepada wartawan, Sabtu (17/9/2022).
Muradi mengatakan sosok kakak asuh yang masih aktif itu menduduki posisi strategis di Polri.
Menurutnya, sosok tersebut masih membela Ferdy Sambo agar dihukum ringan dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
"Ini jadi makin keras, Sambo berani karena dia merasa dalam posisi berada di atas angin, masih ada yang ngebelain, makanya harus dituntaskan dulu soal orang-orang yang kemudian dianggap punya kontribusi terkait dengan posisi Sambo," ujarnya.
Dia pun meminta agar kepolisian tidak takut mengusut keterlibatan "kakak asuh" ini.
Karena menurut Muradi, jabatan di institusi polisi itu sama dengan di tentara yang bekerja dalam garis komando.
"Kalau dia tidak pegang tongkat komando, selesai sudah, kalau dia jadi kapolda sekadar megang asisten yang tidak strategis, selesai sudah. Kita punya pengalaman ketika Pak Gatot (Nurmantyo) panglima (TNI) diganti, selesai," ucap Muradi.
Dia menilai, langkah pengusutan keterlibatan para senior kepolisian ini penting agar proses persidangan kasus Sambo bisa berjalan dengan mulus.
"Itu perlu ada langkah cepat sebelum persidangan, poin ketiga tadi, mengusut keterlibatan kakak asuh, apakah terlibat atau tidak," kata Muradi. (*)