Find Us On Social Media :

Kasus Pembunuhan Brigadir J Masih Belum Temui Titik Terang, Kini Ahli Hukum Pidana Unsoed Sebut Motif Pemerkosaan Tidak Jelas, Prof Hibnu Nugroho: Harus Ada Dua Bukti Ini..

Ahli Hukum Pidana Unsoed Prof Hibnu Nugroho mengatakan bahwa motif dalam suatu tindak pidana itu memang harus ada. Namun yang menjadi masalah di kasus pembunuhan Brigadir J, motifnya itu belum jelas.

Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar

Gridhot.ID - Ahli Hukum Pidana Unsoed Prof Hibnu Nugroho mengatakan bahwa motif dalam suatu tindak pidana itu memang harus ada.

Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan TribunnewsBogor, 2 Januari 2022, namun yang menjadi masalah di kasus pembunuhan Brigadir J, motifnya itu belum jelas.

Ia juga menegaskan kalau klaim pelecehan dan perkosaan yang dilayangkan kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu buktinya tidak jelas.

"Motif dalam suatu tindak pidana itu memang harus ada, kan timbulnya kehendak itu adanya suatu motif. Oleh karena itu, ini yang menjadi masalah motifnya itu belum jelas," kata Hibnu Nugroho dikutip TribunnewsBogor.com dari Youtube tvOneNews, Senin (2/1/2023).

Sebab menurut dia, motif itulah yang menjadikan adanya suatu kehendak, apakah pelecehan atau perkosaan.

"Lah pelecehan dan perkosaan yang selama ini buktinya tidak jelas, apalagi terkait dengan perkosaan itu membutuhkan bukti yang dalam lagi," ujarnya.

Hibnu Nugroho juga mengatakan, motif itu bukan merupakan suatu unsur.

"Betul yang disampaikan ahli, motif bukan unsur tapi motif adalah penyebab adanya suatu tindak pidana. Penyebanya ini yang sekarang belum timbul secara konkrit dalam arti hukum pendukungnya," jelasnya.

Menurut dia, adanya pelecehan atau perkosaan itu harus dibuktikan dengan dua alat bukti adanya kekerasan seksual.

Baca Juga: Dianggap Kelewat Batas, Pesulap Merah Lagi-lagi Dilaporkan ke Polisi oleh Sosok Ini: Tidak Ada Kata Damai

"Bisa tindakan tidak senang, bisa karena luka, lecet, bisa karena suatu keadaan karena syndrom yang luar biasa tapi diikuti dengan tindakan, itu bisa. Tapi sampai sekaran belum ada suatu tindakan yang konkrit. Mungkin ada, tapi dari perspektif hukum itu belum sah," tutur dia.

Sejauh ini, kata dia, perkosaan ini baru sebatas pengakuan dari Putri Candrawathi dan pemeriksaan ahli psikologi forensik saja.

"Itu bukti sekunder semua, di sini harus ditambah bukti primer, adanya luka, adanya bukti suatu chat atau kata-kata, atau misalnya saksi. Ini yang tidak terlihat, sehingga akan menyulitkan adanya suatu motif. Tapi pasti ada motif," tandasnya.

Karena buktinya belum cukup, ia pun menduga bahwa hakim sudah menyadari bahwa pasti ada motif yang berkaitan dengan pelecehan seksual.

"Nanti majelis dalam putusannya pasti akan menimbulkan adanya suatu motif, yang menimbulkan kehendak adanya suatu penembakan, berencana lagi, ini yang dikejar," katanya.

Kemudian saat ditanyakan apakah terungkapnya motif akan bisa meringankan terdakwa Ferdy Sambo, ia pun tidak membantahnya.

"Kalau motif itu tujuannya suatu peristiwa yang utuh, karena dalam suatu pengungkapan perkara itu adanya korban, tindak pidana, locus tempus, adanya suatu cara melakukan, alat yang dipakai, dan motif. Itu satu kebulatan yang utuh, jadi di sini akan menjadikan kalau itu betul dan didukung, serta menimbulkan kehendak untuk melakukan suatu kejahatan, maka itu sebagai faktor yang meringankan adanya suatu tindak pidana," bebernya.

Namun ia menegaskan, hal itu hanya meringankan saja, bukan menghapuskan.

"Tapi tidak menghapuskan, meringankan," pungkasnya.

Baca Juga: Astaga Pertanda Buruk! Ini 5 Arti Kedutan di Mata Kanan Bawah, Primbon Jawa Ramalkan Ada Peristiwa yang Menyedihkan

Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 24 Oktober 2022, sementara itu, disisi lain, Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun justru mengatakan, motif di balik pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) tak perlu diungkap dalam persidangan karena sudah bisa dipastikan dilandasi oleh sakit hati dari pelaku atau perencana.

"Dalam teorinya, semua pembunuhan berencana pasti didasarkan atau dilandasi karena sakit hati, benci, atau marah. Itu sudah pasti. Hampir seluruhnya ya. Jadi tidak perlu dibuktikan lagi motifnya," kata Gayus saat dihubungi Kompas.com, Minggu (23/10/2022).

Menurut Gayus, walaupun motif itu tidak menjadi prioritas untuk diungkap, maka jaksa penuntut umum juga mempunyai senjata lain yakni dengan membuktikan perbuatan perencanaan atau persiapan seperti yang tercantum dalam surat dakwaan mereka kepada para tersangka.

Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang merupakan pasangan suami istri dalam nota keberatan (eksepsi) mereka menyatakan, surat dakwaan jaksa tidak menggambarkan secara utuh dugaan peristiwa yang melatarbelakangi pembunuhan terhadap Yosua.

Ferdy Sambo dalam eksepsi berkeras menyatakan Yosua melecehkan istrinya di rumah pribadi mereka di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.

Sehari kemudian Yosua kembali ke Jakarta bersama rombongan, dan dia dihabisi di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada sore hari sekitar pukul 17.17 WIB.

Terkait dugaan pelecehan yang belum terbukti itu, kata Gayus, jaksa penuntut umum tidak mempunyai kewajiban untuk membuktikan hal itu dalam persidangan.

Gayus mengatakan, JPU juga bisa berupaya membuktikan proses perencanaan pembunuhan terhadap Yosua dan tak perlu mengungkap motif di balik pembunuhan.

"Motif 340 (pembunuhan berencana) bisa diambil dari dari satu upaya mendukung perencanaan itu. Misalnya disampaikan motifnya bukan harus ada pelecehan skesual sebagai motif. Motif bisa tidak diperlukan sejauh ada hal yang bisa dikatakan ada persiapan," ujar Gayus.

Baca Juga: Meninggal di Usia 95 Tahun, Surat Wasiat Paus Benediktus XVI Dirilis Vatikan, Terungkap Minta Pengampunan atas Kesalahannya

Gayus mencontohkan, dalam dakwaan Ferdy Sambo diungkap tentang bagaimana dia membujuk 2 ajudannya yakni Bripka Ricky Rizal Wibowo dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk menembak Yosua.

Dalam uraian surat dakwaan, Bripka Ricky Rizal menolak permintaan Sambo untuk menembak Yosua dengan alasan tidak siap mental.

Sedangkan Eliezer disebut menyanggupi permintaan Sambo hingga terjadi peristiwa berdarah itu.

"Apa yang akan ditentukan hakim untuk persiapan terkait 340 itu, yaitu ketika kembali ke Jakarta kan (Ferdy Sambo) meminta bantuan kepada Bripka RR untuk menembak. Itu sudah membuktikan ada persiapan. Enggak ada motifnya sekalipun, tetapi dia ada persiapan dan perencanaan, itu bisa dibuktikan," ucap Gayus.

(*)