Find Us On Social Media :

Tanah Kelahirannya Digerogoti Koruptor, Benny Wenda Malah Desak Pemerintah Indonesia Bebaskan Gubernur Papua: Nyawanya dalam Bahaya

Kolase foto Benny Wenda dan Lukas Enembe

Ia disebut Istana sebagai dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Soal Benny Wenda yang disebut sebagai dalang kerusuhan di Papua, hal ini disampaikan Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, pada Senin (2/9/2019).

"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar."

"Itu yang dia lakukan di Australia, lah, di Inggris, lah," ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Jakarta, seperti dikutip Tribunnews dari Kompas.com.

Benny Wenda lahir di Lembah Baliem, Irian Jaya.

Ia adalah pemimpin kemerdekaan Papua Barat dan Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (bahasa Inggris: United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)).

Dia adalah pelobi internasional untuk kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia. Dia tinggal di pengasingan di Inggris Raya.

Pada tahun 2003 dia diberikan suaka politik oleh pemerintah Inggris setelah dia melarikan diri dari tahanan saat diadili.

Diketahui korupsi yang dilakukan Gubernur Papua Lukas Enembe mencuri perhatian masyarakat.

Ia dua kali terseret kasus korupsi di Papua terkait pembangunan provinsi tersebut. Bahkan, PPATK menemukan adanya transaksi setoran tunai yang dilakukan Lukas di kasino judi senilai 55 juta dolar Singapura atau sekira Rp560 miliar yang dilakukan dalam periode tertentu.

Vokalnya tokoh penting OPM membela Lukas Enembe juga menjadi pertanyaan publik. Atas hal ini, KPK akan menelusuri aliran uang kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe ke Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Baca Juga: Nasi Bungkus Pesanan Lukas Enembe Jadi Acuan, Terkuak Cara KPK Jemput Paksa Gubernur Papua, Menko Polhukam Mahfud MD Bongkar Rahasianya

"Terkait aliran uang, kami mengumpulkan alat bukti, pasti follow the money. Jadi, uang itu alirannya pasti kemudian kami telusuri, kami kaji dari sisi apakah bisa diterapkan Pasal-pasal lain selain Pasal suap dan gratifikasi," (*)