Find Us On Social Media :

15 Kali Cuci Darah Sebelum Meninggal, Terkuak Keinginan Terakhir Lukas Enembe, Sempat Surati Komnas HAM dan KPK untuk Hal Ini

Tim kuasa hukum saat melihat kondisi mantan Gubernur Papua Lukas Enembe di RSPAD Gaotot Soebroto, Jakarta.

Gridhot.ID - Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe meninggal dunia ketika menjalani masa pembantaran di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Selasa (26/12/2023).

Diketahui, Lukas Enembe merupakan terpidana kasus suap dan gratifikasi di lingkungan Pemprov Papua.

Selama menjalani proses hukum, Lukas Enembe beberapa kali mengeluh sakit.

Beberapa penyakit yang diklaim diderita Lukas, yakni stroke, penyakit jantung, paru-paru dan ginjal.

Pada Senin (23/10/2023), Lukas dilarikan ke RSPAD Gatot Soebroto karena mengalami pembengkakan di kedua kaki dan tangannya.

"Status penahanan LE (Lukas Enembe) di KPK telah dibantarkan sejak 23 Oktober 2023 agar dapat melakukan perawatan kesehatan secara intensif," kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Selasa (26/12/2023).

Menurut Ali, selama Lukas sakit, pihak KPK telah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Tim Dokter RSPAD untuk perawatan.

Bahkan pelayanan kesehatan juga diberikan dengan mengizinkan pihak keluarga mendatangkan dokter dari Singapura.

"KPK telah bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia, Tim Dokter RSPAD, serta pihak keluarga juga mendatangkan Dokter dari Singapura untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada LE secara optimal," katanya.

Terpisah, penasihat hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona mengungkapkan bahwa kliennya sudah melakukan 15 kali cuci darah sejak awal Oktober 2023.

"Sejak 1 Oktober sampai hari ini, beliau sudah cuci darah kurang lebih sebanyak 15 kali," ujar Petrus di Rumah Duka RSPAD Gatot Subroto, Selasa (26/12/2023).

Baca Juga: Lukas Enembe Sempat Datangkan Dokter dari Singapura, Detik-detik Kematian Eks Gubernur Papua Diungkap Keluarga: Bapak Minta Berdiri

Cuci darah itu selalu ditangani dokter yang didatangkan langsung dari Singapura.

Menurut Petrus, hal itu merupakan permintaan langsung dari Lukas.

Bahkan pada awalnya, Lukas sempat menolak untuk cuci darah di Indonesia.

Namun akhirnya dia luluh, cuci darah dilakukan di Indonesia, namun mendatangkan dokter dari Singapura.

"Beliau bisa menerima tindakan medis cuci darah itu setelah dokter dari Singapura datang. Beliau menolak sama sekali cuci darah di Indonesia. Dia maunya di Singapura," kata Petrus.

Sikap Lukas yang melunak itu lantaran omongan dokter dari Singapura kepadanya.

Saat itu, 3 dokter dan 2 perawat dari Singapura menangani cuci darah Lukas.

"Terakhir pernyataan dokter Singapura kira-kira begini: Maaf bapak kalau tidak cuci darah tidak akan panjang umur," ujarnya.

Selain itu, terungkap Lukas sempat menuliskan surat terakhir sebelum kesehatannya memburuk.

Adapun surat terakhir itu berisi tentang keinginannya.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Tim Penasihat Hukum Lukas Enembe yakni OC Kaligis.

Baca Juga: Terbukti Terima Suap, Makian Lukas Enembe Jadi Pemberat Vonis 8 Tahun Penjara, Kuasa Hukum: Ini Sebuah Kedzaliman

Ia mengatakan Lukas berkeinginan agar diperiksa dan dirawat oleh dokter pribadinya yang berada di Singapura yakni dr Francisco Salcido Ochoa.

Oleh sebab itu, tim penasihat hukum sempat melayangkan surat ke Ketua Komnas HAM pada Oktober 2023 lalu.

Surat yang sama pun dilayangkan ke KPK dan Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

OC Kaligis mengatakan surat tersebut menjadi permintaan terakhir dari almarhum kliennya.

"Kami kemarin bersama keluarga kumpul, membahas perkembangan terakhir kondisi Bapak Lukas Enembe, yang semakin memburuk," kata OC Kaligis melalui rilis pers yang diterima Tribun-Papua.com, Sabtu.

"Atas dasar kemanusiaan, kami berupaya untuk memenuhi keinginan terakhirnya, yang ingin diperiksa dokter pribadinya, di Singapura," ujarnya.

Pihaknya lantas membandingkan kasus Lukas dengan Novel Baswedan yang juga dapat berobat ke Singapura.

"Karena sebelumnya, Novel Baswedan juga dapat berobat di Singapura. Apakah hal yang sama juga dapat berlaku bagi Bapak Lukas Enembe?" ujar OC Kaligis.

Adapun dalam kasus ini, Lukas divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Majelis Hakim Tinggi menerima upaya banding dari Lukas dan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Majelis Hakim menyatakan Gubernur Papua nonaktif itu terbukti bersalah melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama-sama dan gratifikasi sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut umum.

Pada tingkat sebelumnya, Lukas dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Majelis Hakim juga memutuskan menjatuhkan hukuman berupa pencabutan hak politik terhadap Lukas selama 5 tahun.

Baca Juga: Gunakan Jet Pribadi, Lukas Enembe Diduga Bawa Uang Puluhan Miliar ke Singapura, Terkuak Pernah Kalah Judi Rp 22,5 M

(*)