Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID -Pembunuhan sadis dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah Nduga, Papua terhadap pekerja PT Istaka Karya pada Minggu (2/12/2018).
Para pelaku pembunuhan terhadap pekerja PT Istaka Karya yang membangun proyek jembatan di Nduga, Papua, itu bersembunyi di hutan-hutan, dan masih terus dikejar dan dilacak.
Tim gabungan TNI dan Polri pun diterjunkan ke Nduga, Papua untuk mengevakuasi korban dan memburu kelompok bersenjata (KKB) yang menyerang pekerja PT Istaka Karya.
Atas insiden tersebut, aparat dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) terlibat dalam pertempuran sengit.
Bahkan, KKB OPM dalam postingan akun Facebook, TPNPB menyatakan siap perang dengan militer Indonesia namun senjatanya harus sama dengan mereka, pakai senapan.
Tanpa gunakan bom dan helikopter.
Baca Juga : Brimob Temukan Markas KKB OPM : Kami Akan Menghancurkannya Karena Mereka Telah Berkhianat Kepada NKRI
"Berapa pun militer Indonesia kirim kesini, kami siap lawan hanya senjata lawan senjata kamai punya medan perang disini," ungkap Egianus Kogeya dalam unggahan tanggal 7 Desember 2018.
Namun, ketika tim gabungan TNI dan Polri melakukan evakuasi dan pencarian terhadap korban serangan KKB di Nduga, TPNPB kembali mengeluarkan sebuah pernyataan.
Mereka mengaku telah dihujani bom udara oleh TNI.
Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari unggahan akun Facebook TPNPB pada 9 Desember 2018.
Baca Juga : Mantan Kapolda Papua Bicara KKB Egianus Kogoya : Ada Anak Gadis, Mereka Ini Tinggal Main Ambil
"Tentara dan Polisi Indonesia Bohong bahwa tidak melakukan serangan bom udara di Nduga
TPNPBnews: Serangan BOM udara dan tembakan senjata mesin di darat Distrik Yigi dan Mugi, benar-benar terjadi tanggal 5 Desember sampai dengan tanggal 8 Desember 2018.
TNI Polri menyembunyikan fakta.
Justru umumkan di Publik melalui Kapendam Cenderawasih dan Kabid Humas Polda Papua Bohong.
Penipuan terhadap public bahwa tidak melakukan serangan bom udara.
Baca Juga : Mantan Kapolda Papua Sebut KKB Beranggotakan Pemuda yang Tidak Punya Pekerjaan dan Hanya Ingin Berkuasa
Dari serangan Bom udara dan tembakan senjata mesin dari helicopter di dua Distrik mengorbankan 6 warga sipil pribumi.
Dua diantaranya tewas.
Operasi militer sebagaimana dikatakan Panglima TNI dan Kapolri sedang dilaksanakan di Distrik Yigi dan Mugi Kabupaten Nduga Papua.
Kemarin 8 Desember 2018. Pendoropan pasukan gabungan memasuki dua Distrik Yigi dan Mugi.
Sementara pendoropan pasukan gabungan militer Indonesia kekuatan yang sama kirim ke kabupaten Lanijaya hari ini Minggu 9 Desember 2018," tulis akun TPNPB dalam unggahan tanggal 9 Desember 2018.
Atas pernyataan tersebut, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukan) Wiranto mengatakan, tim gabungan yang terdiri dari TNI dan Polri menggunakan granat pelontar.
Baca Juga : Keberadaan KKB Egianus Kogoya Sudah Diketahui, Wiranto : Kita Tahu Kekuatan Mereka, Tinggal Selesaikan Aja
Ia membantah isu bahwa tim gabungan menggunakan bom.
Mungkin ini yang membuat orang awam mengira aparat menggunakan bom.
Sebab, suara yang ditimbulkan bom dan granat pelontar sama.
Wiranto memastikan tak ada bom yang digunakan dalam upaya pengejaran.
"Kalau bom dijatuhkan dari udara, ini dilontarkan dari senapan. Jadi jangan sampai ada berita simpang-siur," ujar Wiranto di Jakarta Pusat, Selasa (11/12/2018) seperti dikutip dari Kompas.com.
Meski pemerintah Indonesia telah membantah isu penggunaan bom dalam pengejaran terhadap KKB, media Australia justru menyebut bahwa TNI telah menggunakan senajata kimia guna menyerang KKB.
Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari artikel terbitan The Saturday Paper tanggal 22 Desember 2018.
Media itu menyebut berdasarkan gambar yang mereka terima nampak ada luka bakar di sekitar luka terbuka di tubuh seorang korban serangan militer Indonesia di Nduga, Papua.
Baca Juga : Kata Wiranto Soal KKB di Nduga, Papua: Kita Kejar, Kita Habisi Mereka!
Dimana pakaian korban terlihat robek atau sengaja dipotong seukuran luka.
Tujuh orang disebut telah meninggal akibat serangan tersebut dan ribuan orang lainnya melarikan diri ke perbukitan.
Foto-foto lain yang diterima The Saturday Paper menunjukkan 'bom berujung kuning', yang dikumpulkan oleh penduduk desa.
The Saturday Paper menyebut berdasarkan foto yang mereka terima sejumlah senjata yang digunakan oleh TNI tampak seperti fosfor putih, senyawa kimia yang dilarang di bawah hukum internasional untuk digunakan sebagai senjata perang.
Dari sejumlah foto yang diterima The Saturday Paper, salah satunya disebut menunjukkan seorang pria terbalut perban basah, berupaya untuk meringankan rasa sakitnya akibat terkena senjata yang disebut sebagai Fosfor Putih.
Baca Juga : Polisi Pastikan Senjata KKB Berasal dari Papua Nugini dan Filipina
Foto yang lain disebut menunjukkan seorang wanita di samping makam seseorang yang terbunuh dalam pemboman.
Adapula foto yang disebut menggambarkan beberapa peluru yang tidak meledak dengan hati-hati dikumpulkan oleh penduduk desa.
Sisanya, disebut foto-foto korban meninggal akibat serangan bom yang dilakukan TNI.
Foto-foto itu dikatakan diambil antara tanggal 4 dan 15 Desember 2018.
Tiga orang tewas berasal dari sebuah desa bernama Mbua, di wilayah Nduga.
Nama mereka adalah Mianut Lokbere, Nison Tabuni dan Mendus Tabuni.
Empat orang lainnya terbunuh di sebuah desa bernama Yigili.
"Itu terjadi pada 15 Desember 2018," kata seorang pria Mbua kepada The Saturday Paper.
“Pukul 11.25 waktu setempat. Mereka mati karena tentara Indonesia membom mereka dari helikopter," ujar sumber tersebut seperti dikutip.
Sumber mengatakan setidaknya empat desa telah diserang, dari udara, dari artileri dan dari pasukan darat.
Tentara Indonesia telah menutup daerah itu.
The Saturday Paper menyebut TNI melakukan serangan udara usai insiden pembantaian pekerja Trans Papua.
Selain dugaan penyebaran fosfor putih, The Saturday Paper juga menyebut TNI menjatuhkan berbagai bahan peledak dan sejumlah pecahan peluru berkekuatan tinggi hingga menyelimuti desa-desa.
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Luar Negeri Australia disebut mengakui kekerasan yang terjadi di wilayah Nduga.
"Pemerintah Australia sadar akan terus melaporkan kekerasan di Nduga, Papua, termasuk laporan yang tidak diverifikasi tentang dugaan penggunaan 'proyektil fosfor'," kata seorang juru bicara seperti dikutip.
“Pemerintah mengutuk semua kekerasan di Papua, yang mempengaruhi warga sipil dan pihak berwenang. Kami akan terus memantau situasi, termasuk melalui misi diplomatik kami di Indonesia,” ujar juru bicara tersebut.
Fosfor putih adalah bahan yang terbuat dari alotrop yang umum dari unsur kimia fosfor yang digunakan dalam asap, iluminasi pelacak, dan amunisi.
Sementara itu, dalam wawancara tahun 2005 dengan Radiotelevisione Italiana, Peter Kaiser, juru bicara Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (sebuah organisasi yang mengawasi CWC dan melaporkan langsung ke Majelis Umum PBB), mempertanyakan apakah senjata yang mengandung Fosfor Putih harus jatuh di bawah ketentuan konvensi.
Baca Juga : KKB Papua: Tuan Presiden Republik Indonesia, Perang Tidak Akan Berhenti
Saat itu Peter menyebut bahwa Fosfor Putih tidak dilarang oleh CWC jika digunakan dalam konteks aplikasi militer yang tidak memerlukan atau tidak berniat untuk menggunakan sifat beracun fosfor putih.
Fosfor putih biasanya digunakan untuk menghasilkan asap, untuk gerakan kamuflase.
Jika itu adalah tujuan penggunaan fosfor putih, maka itu dianggap berdasarkan penggunaan yang sah menurut konvensi.
Jika di sisi lain sifat racun fosfor putih secara khusus dimaksudkan untuk digunakan sebagai senjata, yang tentu saja dilarang, karena cara konvensi terstruktur atau diterapkan, bahan kimia apa pun yang digunakan terhadap manusia atau hewan yang menyebabkan bahaya atau kematian melalui sifat racun dari bahan kimia tersebut dianggap sebagai senjata kimia.(*)