Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Bukan Olahraga Sepele, Kisah di Balik Ajang Balapan Merpati Di China yang Telan Dana Miliyaran Rupiah

Nicolaus - Senin, 08 April 2019 | 08:51
Ajang balapan burung merpati di China sangat populer di tengah masyarakat dan membutuhkan dana miliyaran rupiah.
vebma.com

Ajang balapan burung merpati di China sangat populer di tengah masyarakat dan membutuhkan dana miliyaran rupiah.

Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo

Gridhot.ID - Ajang balapan merpati sudah banyak dikenal di kalangan masyarakat Indonesia.

Tak jarang hal ini banyak ditemui di desa - desa maupun perkampungan di kota besar.

Di beberapa daerah di Indonesia ajang balapan merpati ini sudah dijadikan sebuah perlombaan.

Baca Juga : Pengakuan di Balik Sosok 'Crazy Rich' Sesungguhnya : Kami Tidak Senang Pamer

Hal ini ternyata tak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di China.

Di Negara China ternyata ajang perlombaan balapan merpati ini juga merupakan suatu hal yang populer.

Dilansir Gridhot.ID dari CNN Minggu (7/4/2019), balap merpati merupakan olahraga populer di China, dan total hadiah bernilai miliaran rupiah.

Baca Juga : Tanpa Rasa Jijik Sedikitpun, Kelima SIswi SMP Ini Bersihkan Semua Sampah di MRT

Zhang merupakan satu dari 100.000 peternak merpati balap di Beijing, berdasarkan keterangan Sun Yan, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Merpati Balap Distrik Changping.

"Balapan burung dara tidak hanya sekadar budaya. Namun juga olahraga. Jumlah uang yang diperebutkan cukup besar" terang Sun.

Setiap hari, Zhang Yajun bakal bangun sekitar pukul 04.00, dan secara hati-hati membawa kandang bambu berisi 76 ekor merpati balap.

Kandang bambu itu bakal dimasukkan ke dalam van, di mana Zhang bakal membawanya ke tempat sejauh 200 km dari apartemennya di Beijing, dan melepaskannya.

Ajang balapan burung merpati di China sangat populer di tengah masyarakat dan membutuhkan dana miliyaran rupiah.
Kompas.com - CNN

Ajang balapan burung merpati di China sangat populer di tengah masyarakat dan membutuhkan dana miliyaran rupiah.

Baca Juga : Sukses Usaha 'Sang Pisang', Kini Kaesang Pangarep Kembangkan Bisnis Kuliner 'Ternak Kopi'

Zhang tengah melatih burung dara miliknya guna bersiap menyongsong musim balapan yang bakal digelar Oktober dan November mendatang.

Karena itulah sempat muncul laporan penjualan merpati balap asal Belgia bernama Armando seharga 1,4 juta dollar AS, sekitar Rp 19,7 miliar, kepada penawar China.

Armando yang disebut sebagai Lewis Hamilton-nya merpati balap itu merupakan burung dengan kemampuan terbang jarak jauh yang mumpuni.

Baca Juga : Ajaib, Seekor Kucing Bernama Poppy Keluar dalam Keadaan Hidup Setelah Tergiling Mesin Cuci

Tidak heran jika sempat terjadi perang tawar-menawar di antara dua kolektor China.

Zhang berkata hobi itu sangatlah melelahkan, namun jika sudah terlanjur terjun, akan membuat ketagihan.

Balapan burung dara pertama kali tercatat di akhir era Dinasti Ming, yakni antara 1368 hingga 1644.

Sejak balapan itu populer, burung dara Eropa pun mulai didatangkan ke China.

Baca Juga : Perusakan Tanah Makam, Sejumlah Nisan Hangus Terbakar di Pemakaman RS Bethesda Yogyakarta

Ajang balapan burung merpati di China sangat populer di tengah masyarakat dan membutuhkan dana miliyaran rupiah.
burungnya.com

Ajang balapan burung merpati di China sangat populer di tengah masyarakat dan membutuhkan dana miliyaran rupiah.

Namun sejak era Qing berakhir pada 1912, kegiatan tersebut dilarang karena penguasa saat itu takut jika ada organisasi yang berniat menggulingkan mereka.

Pelarangan itu berlangsung sekitar dua dekade hingga 1930-an di mana balap merpati diperbolehkan kembali, disusul pembentukan asosiasi peternak di seluruh kota.

"Meski Eropa mungkin menjadi tempat lahirnya balap merpati, China menjadi negara populer bagi olahraga itu dengan banyak uang yang dipertaruhkan," kata Sun.

Baca Juga : Seorang Bocah Manfaatkan Lampu Trotoar untuk Belajar, Ada Cerita Mengharukan di Baliknya

Para pembalap biasanya ada yang menyertakan merpati andalan mereka ke klub untuk dilatih secara kolektif atau seperti Zhang, pelatihan mandiri.

Setiap hari balapan tiba, truk berisi burung dara aduan dibawa berpulihan kilo untuk dilepaskan.

Mereka bakal terbang secepat mungkin hingga ke rumah mereka.

Sang pemilik kemudian bakal memindai melalui perangkat elektronik yang terhubung dengan sang burung.

Baca Juga : Gegara Lahap Ayam Kentucky, Seorang Ibu Tega Setrika Kulit Kedua Anaknya Sampai Melepuh

Data dari perangkat itu akan sampai ke panitia balapan, yang bakal mengunggah nama pemenang balapan ke internet, dan membayar uang hadiah kepada sang pemilik.

Biaya untuk mendaftarkan burung aduannya hanya bernilai berapa yuan.

Namun, ada pemilik yang sengaja mendaftarkan banyak burung agar mendapat kesempatan menang lebih banyak.

Baca Juga : Di Balik Gagahnya Menggunakan Seragam Polisi, Pria Ini Lamar Pacarnya yang Sedang Sidang Skripsi, Romantis!

Sementara bagi pemilik dan pembalap seperti Zhang yang terkendala dalam biaya, mereka bakal memilih burung yang dirasa paling besar peluang menangnya secara selektif.

Zhang setiap pagi buta melepaskan burung daranya di Niutuo, dan memperhatikan jika mereka kembali pulang melalui kamera yang terhubung ke ponsel.

Ia adalah mantan manajer sebuah perusahaan makanan milik negara, sangat senang dengan kecepatan burungnya, dan merasa investasinya tidak sia-sia.

Setiap tahun, Zhang harus menggelontorkan setidaknya 100.000 yuan, atau sekitar Rp 210,2 juta, kepada burung daranya sebagai biaya perawatan.

Baca Juga : Seorang Ayah Sedih karena Tak Bisa Kuburkan Bayinya Karena Ditolak Rumah Ibadah

Biaaya tersebut mencakup pakan, obat - obatan, biaya pendaftaran, transportasi, pelatihan, hingga membeli kamera yang terpasang di kandang.

Dia mengaku tak menghitung berapa banyak pengeluarannya.

"Namun yang saya tahu, saya kehilangan uang. Begitu juga yang lain," katanya.

Baca Juga : Kualat, Mengemudi Ugal - Ugalan dan Halangi Laju Mobil Ambulans yang Darurat Medis, Mini Bus Nyemplung ke Sungai

Burung aduan miliknya rata-rata adalah keturunan Belgia dan Belanda, jauh lebih besar dan kuat dibanding merpati lokal yang hanya dibiakkan sebagai peliharaan.

Setiap musim semi, Zhang menjelaskan ada sekitar 100 ekor burung dara yang lahir.

Namun jumlah itu pada akhirnya menyusut menjadi 20 ekor saja.

Penyusutan signifikan itu terjadi karena beberapa faktor, seperti mati karena sakit atau terluka saat balapan karena menabrak tiang, atau tersesat saat pulang ke rumah.

Baca Juga : Sempat Viral Karena Tidur di Samping Kuburan Putrinya, Ibu : Berdoa Agar Pelaku Segera Serahkan Diri

Menurut Zhang, bagian paling menarik dari olahraga ini adalah penuh dengan ketidakpastian.

Bisa saja burung yang jadi juara di satu musim balapan malah menjadi pecundang di musim depan.

"Ini adalah olahraga yang membuat orang-orang bahagia, getir, cemburu, dan berambisi. Semua bercampur menjadi satu membuatnya menarik," tutur dia.

Baca Juga : Demi Memacu Semangat Belajar Murid - Muridnya, Guru Ini Mengajar dengan Menggunakan Kostum Iron Man

Namun olahraga ini punya banyak resiko, ia berkata ada saja orang yang berniat mencuri burung andalan dengan cara dijaring kemudian dijual kembali.(*)

Source :CNN

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x