Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Arus mudik 2019 sudah mulai memasuki puncaknya.
Namun, arus mudik tahun ini terpantau berbeda dengan tahun tahun sebelumnya.
Biasanya, memasuki h-3 hari sebelum lebaran jalur transportasi mudik terutama darat terlihat padat merayap.
Baca Juga: Masih Muda, RA Pelaku Bom Bunuh Diri Pospam Tugu Kartasura Diketahui Benci Musik Campursari
Kemacetan terpantau di jalur antar provinsi maupun jalur Tol.
Pada Mudik 2019 ini, arus mudik terpantau lancar.
Bahkan jalur Tol Trans-Jawa, Tol Trans-Sumatera terlihat lancar.
Baca Juga: Obati Rindu Pada Ibu, Pria Pemalang Boyong 5 Keluarganya ke Surabaya Pakai Satu Motor Tua
Melihat fenomena yang tak seperti biasanya ini, justru menimbulkan pertanyaan bagi publik.
Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Hal tersebut sempat diungkapkan oleh Adalah Prastowo Yustinus, ahli perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) melalui akun Twitter pribadinya.
Ia sendiri mengalami fenomena tersebut setalah melakukan perjalanan mudik dari Cibubur ke Semarang yang hanya ia tempuh dengan waktu enam jam.
Menanggapi fenomena kelancaran arus mudik ini, melalui akunnya @prastow ia menuliskan sebuah cuitan pada Minggu (2/6/2019).
"Pak @Jokowi, bagaimana ini? Saya mudik Cibubur-Semarang 6 jam, sudah termasuk dua kali istirahat di rest area. Apa nggak bisa lebih lambat gitu Pak?"
Cuitannya itu pun mendadak viral di Twitter dan mendapat banyak tanggapan netizen.
Banyak komentar yang justru mengundang senyum bagi para netizen.
"Ini bukan budaya kita, mudik kok gak macet, apa-apaan ini," tulis akun Twitter @aarifimam.
"Ini rezim paling dzalim, kemacetan itu tradisi, koq dihilangkan sih," komentar akun Twitter @wakadol2012.
"Mudik lancar ini pasti budaya barat," tambah akun Instagram @prue_annat.
Pak @jokowi , bagaimana ini? Saya mudik Cibubur-Semarang 6 jam, sudah termasuk dua kali istirahat di rest area. Apa nggak bisa lebih lambat gitu Pak?
— Prastowo Yustinus (@prastow) 3 Juni 2019
Hingga berita ini ditulis, cuitan dari Prastowo Yustinus ini telah dikomentari sebanyak 840 pengguna Twitter.
Selain itu juga telah mendapat sebanyak 9332 like dan 4.343 retweet.
Selain itu, melalui pantauan Kompas.com (4/6/2019), daerah Simpang Jomin yang berpuluh-puluh tahun menjadi primadona pemudik dari arah Jakarta, dan Bandung, untuk menuju Cirebon, Jawa Tengah, dan Jawa Timur juga terpantau lancar.
Baca Juga: Makam Ani Yudhoyono Berdekatan dengan Ainun Besari, SBY Punya Alasan Khusus Dibaliknya
Jalur yang biasanya dijuluki dengan jalur neraka karena kemacetannya yang bisa mencapai berpuluh puluh jam ini, kini terlihat berbeda.
Kanit Turjawali Sat Lantas Polres Karawang Aipda Ali Idrus berkisah, pertigaan yang berada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ini menjadi lintasan wajib ketika Jalan Tol Trans-Jawa belum terbangun.
"Ada satu saja mobil mogok, atau becak ngetem, ekor macetnya bisa sampai ke Purwakarta, dan Cikampek, hingga puluhan kilometer. Kami harus kerja keras mengurainya," cerita Idrus kepada Tim Merapah Trans-Jawa 4.0 Kompas.com, Senin (3/6/2019) siang.
Dua kali Tim Merapah Trans-Jawa 4.0 Kompas.com melintasi Simpang Jomin, pada Minggu (3/6/2019) malam, dan Senin (3/6/2019) siang.
Baca Juga: Terletak di Atas 503 Mdpl, Bukit Tidar Magelang Jadi Saksi Bisu Kisah Cinta SBY dan Ani Yudhoyono
Dari kedua pantauan ini tak ada ekor kemacetan, antrean panjang kendaraan, atau simpul-simpul jalan yang tersendat.
Simpang Jomin memang masih dilintasi berbagai jenis kendaraan, dengan roda dua mendominasi.
Meminjam istilah Idrus, arus mudik atau arus lalu lintas secara khusus "bablas" tak ada sumbatan.
Sebagai bagian dari infrastruktur lintas pantai utara (Pantura) Jawa, Simpang Jomin terkini dalam kondisi mulus secara fisik.
Pengaturan dan rekayasa lalu lintasnya pun lebih efektif.
Hal ini karena Tim Urai yang diterjunkan Polres Karawang yang bertugas "menjemput" dan mengantisipasi kemacetan secara dini.
Mereka dibekali perangkat telekomunikasi mutakhir, dan sepeda motor agar bisa bergerak lincah, cepat, dan efisien.
"Tim Urai inilah yang mendeteksi secara dini simpul-simpul yang berpotensi macet. Mereka kemudian bergerak ke titik-titik krusial tersebut, untuk kemudian menguraikan arusnya," jelas Idrus.
Selain itu, Polres Karawang juga membatasi pergerakan becak, angkot, dan pedagang kaki lima untuk beroperasi di wilayah-wilayah tertentu.
"Tidak ada lagi pasar tumpah dan becak mangkal. Angkot pun kami buat jalur operasi hanya di dalam kota, dan jalan lingkungan," tuntas Idrus.(*)
Source | : | Kompas.com,Twitter |
Penulis | : | Nicolaus |
Editor | : | Seto Ajinugroho |
Komentar