Hubungan hukum antara pasien dengan pengobat tradisional seperti layaknya pemberi jasa kepada konsumen.
Yang artinya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) bisa diterapkan.
Namun akan kesulitan untuk menentukan apakah pengobat tradisional lalai dalam menyerahkan jasanya karena tidak ada standar yang mengatur hal tersebut.
Tapi ternyata jika sang pengobat sudah menjanjikan kesembuhan tertentu dan tidak dapat terpenuhi, pasien selaku konsumen bisa meminta ganti rugi.
Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
Apabila pasien merasa bahwa jasa yang diberikan tidak sesuai dengan iklan atau promosi penjualan jasa pengobatan tradisional tersebut, maka pasien dapat menggunakan ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen ini.
Lalu dalam pasal 58 UU Kesehatan disebutkan “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”.
Pasien dapat melaporkan pelanggaran atas pasal 8 UU Perlindungan Konsumen, yaitu memproduksi/memperdagangkan jasa yang tidak sesuai dengan iklan/promosi. Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa hal tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar, jika menggunakan hukum tersebut.
(*)
Source | : | YouTube,hukumonline.com,GridHot.ID |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar