Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Belakangan ini dikabarkan dua orang aktivis sekaligus sosok publik figur terkenal ikut terciduk polisi.
Mereka adalah Ananda Badudu, eks vokalis Banda Neira sekaligus eks wartawan Tempo yang kali ini menjadi aktivis pembela HAM.
Sementara itu seorang lainnya adalah Dandhy Laksono, seorang produser film Sexy Killers dan juga jurnali dari Watcdoc.
Melansir dari Kompas.com, penangkapan Ananda terkait uang yang dihimpun Ananda melalui media sosialnya dan disalurkan untuk demonstrasi mahasiswa penentang RKUHP dan UU KPK hasil revisi di depan Gedung DPR/MPR, Selasa (24/9/2019) dan Rabu (25/9/2019).
Namun Nanda akhirnya dibebaskan setelah diperiksa dan menyandang status sebagai saksi.
Sedangkan Polda Metro Jaya menangkap sutradara dan jurnalis Dandhy Dwi Laksono pada Kamis (26/9/2019) malam.
Istri Dandhy, Irna Gustiawati, mengatakan, penangkapan sutradara Sexy Killers itu disebabkan unggahan Dandhy di media sosial terkait Papua.
Penangkapan Dhandy Dwi Laksono karena polisi mengindikasikan ada ujaran kebencian di sosial media Twitter terkait kerusuhan Papua.
"Dianggap menebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik, terkait kasus Papua," ujar Alghifari Aqsa, kuasa hukum Dandhy yang dihubungi Kompas.com, Jumat (27/9/2019) dini hari.
Secara spesifik, Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Namun, pihak kepolisian akhirnya memutuskan untuk tidak menahan Dandhy hanya statusnya tetap sebagai tersangka.
"Hari ini beliau dipulangkan, tidak ditahan. Kita menunggu proses selanjutnya dari kepolisian," ujar Alghifari Direktur Eksekutif LBH Jakarta.
Sementra, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melalui akun resminya @AJIIndonesia di Twitter menyebut pelapor Dhandy adalah Asep Sanusi, SE.
Kuasa Hukum dari LBH Jakarta, Pratiwi menduga Asep adalah seorang polisi berpangkat Bripda yang bertugas di Polda Metro Jaya.
Hal itu pun telah dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono
Melansir dari Kompas.com, pihaknya mengatakan status pelapor Dandhy Dwi Laksono yang merupakan anggota polisi bukan sebuah masalah.
"Tidak masalah, siapa pun ada tindak pidana polisi lapor pun boleh. Seperti masyarakat tangkap pencuri boleh dan segera diberikan kantor Polisi," ujar Argo di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019).
Menurut Argo, kicauan di media sosial yang bisa menggiring tindak kejahatan sudah begitu tinggi.
Oleh sebab itu, tidak masalah baginya jika polisi membuat sebuah laporan.
Argo juga mengatakan laporan tersebut dinamakan laporan model A, yaitu dilakukan oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.
"Jadi untuk model laporan A kan boleh dilakukan, kalau misalnya membahayakan karena di dalam media sosial tinggi sekali termasuk 10 besar untuk memprovokasi dengan cuitan-cuitannya," tuturnya.
Sebelumnya tim kuasa hukum Dandhy mengungkap pihak yang melaporkan kliennya ke polisi merupakan anggota kepolisian.
Dugaan tersebut muncul setelah tim kuasa hukum melacak nama pelapor yang tertera dalam surat penangkapan.
"Kalau di surat penangkapan itu jelas pelapor itu bernama Asep Sanusi SE. Dan kami tanya ini siapa tapi tidak dijelaskan. Dari trackingan kami diduga pelapor berpangkat Bripda di Polda Metro Jaya," kata pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Pratiwi Febri.
Diberitakan berdasarkan kronologis yang ditulis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia di akun Twitter resminya @YLBHI, Dandhy ditangkap pada pukul 23.00 WIB di kediamannya di Bekasi.
Mulanya, Dandhy tiba di rumahnya sekitar pukul 22.30 WIB, Kamis (26/9/2019).
Selang 15 menit, kemudian datang polisi menggedor-gedor rumah Dandhy dan membawa surat penangkapan.
Baca Juga: Sudah Senior, Iwan Fals Kini Justru Ngaku Pengen Jadi Mahasiswa Lagi Gara-gara Demonstrasi
Polisi menangkap Dhandy karena cuitannya di Twitter soal Papua yang diduga telah menimbulkan rasa kebencian dan berbasis SARA.(*)