Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Hendropriyono setidaknya terlibat dalam operasi penumpasan pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang terbentuk di masa konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966) oleh intelijen Indonesia pada era Presiden Soekarno.
Dalam buku Tionghoa Dalam Sejarah Kemiliteran, Sejak Nusantara Sampai Indonesia (2014) karya Iwan Santosa, Hendropriyono menceritakan pengalamannya tersebut.
"Karena PGRS tidak menyerah, terpaksa kami sebagai guru harus menghadapi murid dengan bertempur di hutan rimba Kalimantan," ujar Hendropriyono.
Pada awalnya, sekitar tahun 1960, rezim Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno bersama Presiden Filipina Diosdado Macapagal mengkritik pembentukan Malaysia yang dianggap permainan neo-kolonialisme Inggris.
Saat itu, Macapagal sempat menyarankan pembentukan Maphilindo, sejenis federasi Malaysia, Filipina, dan Indonesia.
Sebab, Macapagal menilai ada kesamaan kultural Melayu di tiga negara ini.
Namun, Soekarno lebih memilih berkonfrontasi langsung dalam perang tidak resmi menghadapi Malaysia dan Persemakmuran Inggris.
Hingga akhirnya terjadilah perang sengit di tengah rimbanya Kalimantan.
Setelah peristiwa Mangkok Merah pada tahun 1967, Hendropriyono mendapat tugas untuk melawan bekas sekutu TNI.