Gridhot.ID - Kasus hutang piutang yang melilit sebuah keluarga masih kerap ditemui di tengah masyarakat Indonesia.
Hal tersebut biasanya disebabkan karena kebutuhan yang mendesak tak bisa terpenuhi hingga terpaksa harus hutang.
Namun, sayangnya pada saat jatuh tempo pelunasan hutang, beberapa keluarga ada yang justru tak mampu melunasinya hingga menimbulkan sebuah kasus.
Pada Minggu (24/11/2019) Wiwi Elys Widyawati dan dua anaknya AK (6) dan RA (8) tidak bisa keluar dari tempat tinggalnya di Perumahan Buana Vista Batam.
Pintu rumahnya digembok oleh AL, seorang debt collector salah satu koperasi karena utang Wiwi telah melampaui jatuh tempo.
Dilansir dari Tribunnews.com, rumah kontrakan Wiwi digembok oleh AL sekitar pukul 08.00 WIB.
Namun perempuan berusia 35 tahun baru mengetahui rumahnya digembok sekitar pukul 13.00 WIB saat ia hendak keluar membeli air minum.
Ia pun panik apalagi saat itu listrik dan air di rumah itu ikut diputus Wiwi berusaha berkomunikasi dengan AL melalui WhatsApp namun semua pesannya tidak dibalas.
"Waktu saya sadar yang gembok rumah adalah orang koperasi, saya coba berkomunikasi menggunakan WhatsApp secara baik-baik.
Pesan saya dibaca tapi tak ada balasan," ujar Wiwi.
Wiwi dan dua anakanya mulai menangis karena kepanasan dan kelaparan.
Mereka hanya bisa menggapaikan tangan dari jendela rumah yang diteralis.
Ia kemudian menghubungi suaminya yang tinggal di Jakarta untuk meminta bantuan.
Mengetahui kondisi keluargamya, sang suami memberitahukan kejadian tersebut ke tetangganya.
Mereka lalu sepakat menghubungi Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinisi Kepulauan Riau.
Setelah 9 jam disekap, Wiwi dan dua anaknya baru bisa dikeluarkan oleh polisi dari tempat tinggalnya tepatnya sekitar pukul 17.00 WIB.
Wiwi mengakui penyekapan yang dilakukan padanya terkait masalah utang.
"Karena rumah saya digembok. Kebetulan rumah kami itu ada teralis yang bisa digapai tangan dari luar. Ya benar masalah utang," katanya, Senin (25/11/2019).
Kapolresta Barelang AKBP Prasetyo Rachmad Purboyo mengatakan AL nekat melakukan hal terebut karena sudah beberapa kali datang untuk menagih utang namun Wiwi tidak merepon.
Wiwi kemudian melaporkan penyekapan tersebut dan AL oknum debt collector telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dari pemeriksaan polisi diketahui koperasi tempat AL bekerja bukan lembaga resmi tapi milik perorangan.
Pinjam Rp 5 juta untuk modal jualan mainan
Dilansir dari Tribunnews.com, Wiwi terpaksa meminjam uang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Sang suami sudah 6 bulan mengadu nasib ke Jakarta beberapa kali mengirim uang untuk keluarganya di Batam "Suami kan nggak ada kerjaan sehingga uang seratus dua ratus dikirim dari Jakarta buat bertahan hidup di Batam nggak cukup," ujar Wiwi.
Seorang kawannya menyarankan Wiwi meminjam uang ke koperasi dan ia menyetujui.
Kebutuhan hidupnya semakin mendesak apalagi ada tagihan uang kontrakan rumah yang harus ia bayar.
Wiwi pun meminjam uang bukan hanya di satu koperasi, namun juga rentenir lainya.
"Tidak berhenti di situ setelah saya meminjam uang dan lancar bayar iuran kepada berapa koperasi saya ditawari beberapa koperasi lainnya," ujar ibu dua anak tersebut.
Akhirnya, dia terpaksa gali lubang tutup lubang dengan meminjam dari rentenir satu untuk melunasi ke rentenir lainnya.
"Saking banyaknya pinjaman, saya nggak sadar, akhirnya saya seperti gali lubang tutup lubang," katanya.
Karena sudah tidak ada uang masuk lagi, Wiwi pun mengajukan pinjaman Rp 5 juta untuk modal usaha buka permainan anak.
Ia berinisiatif memiliki usaha agar mendapatkan penghasilan.
Usaha tersebut hanya berjalan beberapa minggu dan akhirnya terpaksa ditutup karena ia terus dikejar debt collector untuk membayar utang.
"Usaha itu sempat jalan beberapa minggu, lalu datang orang koperasi menagih di lokasi usaha saya di dekat daerah Dotamana dengan membentak-bentak saya. Lalu sekuriti di daerah situ datangi saya dan menasehati agar menyelesaikan masalah saya karena ia merasa iba dengan perlakuan orang koperasi yang membentak saya di depan umum. Sekuriti itu menasehati agar menyelesaikan permasalahan itu sehingga bisa berjualan kembali di lokasi tersebut," ujar Wiwi.
Saat ini tagihan yang harus dibayar Wiwi sebesar Rp 2,6 juta. Sementara AK (6) dan RA) dua anak Wiwi yang ikut disekap mendapatkan pendampingan dari KPPAD Kepri.
Polisi imbau pinjam uang di lembaga resmi
Kapolres Barelang AKBP Prasetyo Rachmat Purboyo mengimbau agar masyarakat melakukan simpan pinjam ke kembaga resmi.
Hal tersebut menyikapi kasus penyekapan ibu dan 2 anaknya yang dilakuakan debt collector.
Menurutnya saat ini marak praktik simpan pinjam mengatasnamakan koperasi dan perseorangan di Kota Batam.
"Kita lebih menghimbau masyarakat untuk melaksanakan pinjam simpan termasuk berhutang kepada lembaga resmi yang memiliki izin terhadap simpan pinjam. Karena sesuai dengan peraturan Bank Indonesia, tidak semua koperasi maupun perusahaan memiliki izin simpan pinjam. Sedangkan simpan pinjam yang dilakukan koperasi hanya sebatas terhadap anggotanya," kata Prasetyo, Senin (25/11/2019) di Polsek Batam Kota.
Ia mengatakan polisi tidak bisa terlalu dalam mengawasi praktik simpan pinjam, kecuali terdapat tindakan pidana di dalamnya.
"Pada saat mereka bermasalah hukum, baru kepolisian bisa masuk, kegiatan simpan pinjam polisi tidak bisa mengawasi dan saat terjadi masalah baru bisa ikut, masuk delik pidana atau tidak. Apabila murni perdata simpan pinjam, polisi nggak bisa masuk, tapi kalo ada tipu-menipu, kebohongan dan perampasan kebebasan polisi bisa masuk di situ," ujar Prastyo.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Ibu dan 2 Anak Disekap 9 Jam di Rumah Kontrakan oleh Debt Collector gara-gara Utang"