Gridhot.ID -Presiden Amerika Serikat, Donald Trump akhirnya harus menghadapai proses pemakzulan.
Hal ini terjadi setelah DPR Amerika Serikat menyetujui dua pasal pemakzulan, yang dibahas dalam proses perdebatan yang panjang.
Dua pasal yang akan dihadapi oleh Trump adalah tuduhanpenyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan kongres.
Setelah dimakzulkan, Trump akan menghadapi sidang Senat untuk menentukan proses selanjutnya. Rencananya, sidang Senat AS akan digelar pada Januari 2020.
Siapa sangka bahwa tepat hari ini 21 tahun lalu, seorang Presiden AS pernah pula menghadapi pemakzulan.
Pemakzulan yang dihadapinya dianggap sangat memalukan, yaitu skandal seks.
Sebuah skandal yang pernah 'dimanfaatkan' Donald Trump saat dirinya diserang terkait ucapan-ucapan cabulnya kepada wanita.
Berikut ini kisahnya.
Ya, tepat pada19 Desember 1998, Presiden ke-42 Amerika Serikat, Bill Clinton dimakzulkan dari jabatannya.
Setelah hampir 14 jam perdebatan, Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat menyetujui dua pasal sebagai dasar pemakzulan terhadap Presiden Bill Clinton.
Clinton dituduh melakukan kebohongan di bawah sumpah dewan hakim federal dan menghalangi keadilan.
Presiden ke-42 AS itu pun berjanji untuk mengakhiri masa jabatannya. Ini menjadikannya sebagai presiden kedua AS yang dimakzulkan.
Skandal perselingkuhan
Dikutip dari History, pada November 1995, Clinton melakukan skandal perselingkuhan dengan Monica Lewinsky, pekerja migran berusia 21 tahun.
Selama 1,5 tahun, Clinton dan Lewinsky kerap melakukan pertemuan di Gedung Putih.
Setelah pindah ke Pentagon pada April 1996, Lewinsky menceritakan hubungan gelapnya dengan Clinton kepada seorang rekan kerjanya, Linda Tripp.
Ketika hubungan Clinton dan Lewinski berakhir, Lewinsky menceritakan kisah cintanya itu secara rinci dan direkam oleh Tripp tanpa sepengetahuannya.
Pada bulan Desember 1996, pengacara untuk Paula Jones, wanita yang menuntut Clinton atas tuduhan pelecehan, memanggil Lewinsky.
Satu bulan kemudian, Lewinsky mengajukan pernyataan tertulis yang berisikan sangkalan atas dugaan perselingkuhannya dengan Clinton.
Namun, banyak yang meyakini bahwa tindakan Lewinsky tersebut dilakukan atas perintah Clinton.
Lima hari kemudian, Tripp menghubungi Kenneth Starr, penasihat independen Whitewater untuk membicarakan kasus Lewinsky dan menyerahkan sejumlah kaset berisi rekaman pembicaraannya dengan Lewinsky.
Mengetahui hal itu, Trip segera dibawa oleh agen-agen FBI dan dipertemukan dengan Lewinsky pada 16 Januari 1998 di sebuah hotel.
Beberapa hari kemudian, kabar perselingkuhan itu pun menyebar di kalangan publik.
Clinton secara terbuka membantah tuduhan tersebut dan mengatakan, "Saya tidak memiliki hubungan dengan wanita itu, Ms. Lewinsky".
Pada 6 Agustus 1998, Lewinsky muncul di depan hakim untuk memulai kesaksiannya, disusul dengan Clinton satu hari kemudian.
Clinton pun akhirnya mengakui perselingkuhannya itu kepada jaksa penuntut.
Melalui sambungan video, Clinton memberikan kesaksiannya kepada dewan hakim yang berada di gedung pengadilan federal terdekat.
Hal itu menjadikannya sebagai presiden pertama yang bersaksi di hadapan hakim yang tengah menyelidiki kasusnya.
Malam itu juga, Clinton berpidato selama empat menit dan ditayangkan di televisi untuk mengakui bahwa ia telah melakukan hubungan yang tak pantas dengan Lewinsky.
Pada 9 September 1998, Kenneth Starr menyerahkan laporannya dengan 18 kotak dokumen pendukung ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Dua hari kemudian, laporan itu dirilis ke publik. Dalam laporannya, Starr menguraikan sejumlah kasus untuk mendukung pemakzulan Clinton.
Di antara kasus-kasus tersebut adalah sumpah palsu, penghalang keadilan, perusakan saksi, penyalahgunaan kekuasaan, dan memberikan rincian eksplisit tentang hubungan seksual antara presiden dengan Lewinsky.
Pada 11 Desember 1998, Komite Kehakiman DPR menyetujui tiga pasal pemakzulan.
DPR resmi memecat Clinton dari jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat pada 19 Desember 1998.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Presiden ke-42 AS Bill Clinton Dimakzulkan"