Seorang KRT masih mungkin naik sekali lagi kearah jenjang tertinggi dalam kepangkatan keraton, kali ini gelamya “KPH" (Kanjeng Pangeran Haryo). Meskipun demikian, karena mereka memang bukan keturunan langsung Raja, keturunan para pegawai tersebut tidak secara otomatis mewanisi gelar yang diperoleh ayah mereka dari anugerah keraton.
Hanya pengabdian perseorangan kepada Raja yang sedang bertahta, sanggup mengangkat derajat si orang yang bersangikutan.
Nama berbau “asing", tanpa gelar.
Ketika dua tahun yang silam Sri Susuhunan Paku Buwano ke XII dari keraton Solo mengangkat pedagamg barang antik Go Tik Swan menjadi KRT Harjonegoro, banyak orang agak terperanjat.
Sebenarnya, peristiwa semacam itu, sudah sering terjadi pada masa lalu. Dalam artian, seorang Raja Jawa mengangkat bukan dari keturunan Jawa menjadi bangsawan tinggi dalam keratonnya.
Beberapa nama, misalnya dari golongan keturunan Tiong Hoa, pernah muncul daJam sejarah. yang mungkin karena pengabdiannya, ia kemudian diangkat oleh Raja yang kebetulan sedang berkuasa menjadi bangsawan tinggi.
Agak menarik adalah tokoh KRT Sutodiningrat, dalam lingkungan keraton Yogya. la memang anak Jawa asli. Ketika ayahnya meninggal, ibunya kawin lagi dengan seorang Tiong Hoa.
Kebetulan keluarganya mempunyai pertalian darah dengan Sultan Mangku Rat Agung, disamping kecakapannya pribadi sehingga bisa menduduki jabatan kepala masyarakat Tiong Hoa.
Anak lelakinya, yang mewarisi jabatan sang ayah, mengambil nama sama, yakni KRT Sutodiningrat ke II. Sutodiningrat Junior, beristerikan delapan orang, sebagian keturunan Tiong Hoa sisanya puteri Jawa. Tentu saja, keturunannya yang amat banyak, akhirnya menghasilkan keluarga aneka rupa sampai hari ini.
Dari berbagai orang yang mengajukan permohonan gelar kebangsawanan ke kantor Dwarapura Yogya, beberapa nama jelas bukan nama Jawa asli. Pengalaman selama ini menunjukkan, permohonan gelar tersebut blasanya dapat diluluskan.