Ini baru dua contoh. Dengan demikian jelas, pemilik gelar “Raden" pasti sudah puluhan ribu orang. Karena selama lima tahun terakhir ini saja, kantor Sri Wandawa keraton Yogya sampai bulan Agustus 1974, sudah mengesahkan pemakaian “,Raden" sebanyak 6.768 orang.
Datang dari setiap penjuru Indonesia, dari berbagai macam suku bangsa. Sebab dari beberapa orang keturunan Raja tersebut, ada juga yang mengambil isteri bukan dari Jawa. Sehingga bagaimanapun juga, keturunannya tetap masih berhak akan gelar “Raden".
Putera langsung seorang Raja Jawa, semasa kecil mempunyai gelar BRM (Bendoro Raden Mas). Jika puteri, gelarnya BRA (Bendoro Raden Ajeng)). Kalau mereka menikah, yang putera diganti gelarnya menjadi GPH (Gusti Pangeran Haryo).
Tetapi putera yang bukan dari Permaisuri, bergelar BPH (Bendoro Pangeran Haryo). Untuk puteri tidak ada perubahan, kecuali singkatan A tdiak lagi “Ajeng", melainkan “Ayu".
Hanya seorang diantara para Pangeran akhirnya menduduki tahta kerajaan. Tetapi jelas dari puluhan Pangeran yang ada, kebanyakan pasti mempunyai keturunan. Keturunan lelaki bergelar “Raden Mas", yang perempuam “Raden Ajeng", setelah kawin menjadi “Raden Ayu".
Seorang “Raden Mas" masih bisa menurunkan lagi “Raden Mas" baru. Tetapi keturunannya selanjutnya hanyalah “Raden" biasa. Jika keturunannya perempuan, gelarnya “Raden Roro", setelah kawin, “Raden Nganten".
Tetapi seseorang mungkin juga menjadi seorang Raden dan sekaligus Pangeran, meskipun mereka bukan merupakan keturunan langsung dari seorang Raja. Hal ini bisa dicapai oleh para pegawai keraton yang mempunyai nasib baik serta catatan kerja terpuji.
Tingkat kepegawaian terendah adalah “Jajar". Jika tugasnya baik, jenjang kepangkatannya meninggi menjadi seorang “Bekel". Demikikian terus-menerus naik menjadi “Lurah", “Wedana" dan akhirnya “Riyo".
Seandainya pegawai termaksud masih terus dinaungi nasib baik, Raja bisa mengangkatnya menjadi Bupati dengan gelar “KRT" (Kanjeaig Raden Tumenggung).