Gridhot.ID - Meski bertetangga, hubungan Indonesia dengan Malaysia memang sering naik turun.
Berbagai macam kerja sama terus berjalan seiringan dengan konflik yang terjadi di antara keduanya.
Memiliki berbagai macam hasil kebudayaan yang hampir seragam, bukan tidak mungkin bahwa keduanya pernah menjalin hubungan harmonis sebelumnya.
Benar saja, salah satunya adalah Negeri Sembilan, salah satu negara bagian dalam federasi Malaysiaa yang memiliki pertautan sejarah dengan kerajaan Minangkabau di Sumatera, Indonesia.
Pakaian adat, bentuk rumah, upacara, dan sistem sosial di antara keduanya pun mirip.
Bahkan di balik itu, ternyata sejarah juga menyimpan jejak rekam putra minang yang menjadi raja di Negeri Sembilan.
Baca Juga: Dulu Atlet Lari, Anggota TNI Ini Kini Jadi Orang Dekat Presiden Jokowi, Ini Sosoknya
Studi oleh Mestika Zed "Hubungan Minangkabau dengan Negeri Sembilan," mengungkap sebuah fakta.
Yakni jauh sebelum negara-negara bangsa terbentuk, sekitar abad 16 wilayah-wilayah baik di Indonesia atau Malaysia masih berbentuk kerajaan yang otonom.
Penelitian oleh Josselink de Jong menunjukkan bahwa sejak awal abad ke-16 dan bahkan jauh lagi sebelumnya, orang-orang Minangkabau telah terbiasa merantau menyebar ke Semenanjung Melayu.
Perpindahan orang Minang ke Semenanjung semakin pesat bersamaan dengan lalu-lintas perdagangan emas dan lada Minangkabau ke Malaka.
Sebelum Negeri Sembilan terbentuk, di Pelabuhan Malaka sudah berdiri kerajaan besar yang menjadi tempat perantau Minang untuk menetap dan berdagang.
Seiring berjalannya waktu dan rombongan perantau semakin banyak berdatangan, mereka akhirnya mulai mengelompok.
Komunitas-komunitas kecil perantau Minangkabau ini terdiri membentuk persekutuan negeri-negeri yang terdiri dari sembilan negeri.
Secara politik, wilayahan Negeri Sembilan ini dikuasai oleh pemimpin yang berbeda-beda dan silih berganti.
Mulai dari Malaka, kemudian Portugis, lalu Johor sebagai penerus Kerajaan Melayu Malaka.
Pada masa Kekuasaan Johor inilah (akhir abad ke-18) kedaulatan kerajaan Negeri Sembilan baru memiliki raja sendiri, yang dikirim dari Minangkabau.
Hingga saat ini, ada ungkapan terkenal di Negeri Sembilan:
"Beraja ke Johor, Bertali ke Siak, Bertuan ke Minangkabau."
Ungkapan terakhir memiliki arti bahwa mereka menjadikan Minangkabau sebagai tempat mengadu atau tempat orang yang patut dijadikan "Yamtuan" atau Yang Dipertuan.
Sebelum memiliki raja dari Minangkabau, perpolitikan di Negeri Sembilan cukup panas.
Ada perebutan kekuasaan, termasuk oleh orang-orang Johor dan Bugis.
Barulah pada sekitar 1773, setelah Negeri Sembilan terkatung-katung, Johor memperbolehkan mendatangkan putra mahkota dari kerajaan Pagaruyung Minangkabau untuk memerintah dan mengusir orang Bugis.
Raja Malewar atau Mahmud dari Minangkabau itu berkuasa dari 1773-1795 dan berhasil menegakkan hukum adat ala Minangkabau sekaligus mengusir orang Bugis dengan sukses.
Duo orang raja Pagaruyung lainnya yang dijemput ke Minangkabau sesudah Raja Malewar ialah Raja Hitam (1795-1808) dan Raja Malenggang Alam atau Raja Lenggang (1808-1824).
Sebagai kerajaan yang otonom, Negeri Sembilan tentu memiliki raja dan pemerintahannya sendiri namun juga sering mendapat intervensi dari luar.
Pada 1965, ketika Federasi Malaya yang terbentuk setelah PD II bubar, mereka memerdekakan diri dari Inggris dan Negeri Sembilan menjadi salah satu dari negara bagian Malaysia.
Meskipun Negeri Sembilan saat ini sudah menjadi bagian dari sejarah, hubungan kesejarahannya dengan Minangkabau masih terpelihara.
Hal itu dapat dilihat dari sistem matrilineal yang mereka anut, serta adat perpatih yang sudah disesuaikan dengan kondisi setampat.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Negeri Sembilan Malaysia Tenyata Mengadunya ke Minangkabau Juga.
(*)