Polda Jatim kemudian menetapkan Veronica sebagai tersangka provokasi insiden asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 4 September lalu.
Aktivis Papua itu diduga terlibat aktif menyebarkan informasi di media sosial bernada provokasi lewat akun Twitter pribadinya @VeronicaKoman.
Akibat kicauannya, Veronica dijerat dengan pasal berlapis yakni UU ITE, KUHP 160 tentang menghasut di muka umum, UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang penyebaran informasi bohong, dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang rasis dan etnis.
Bahkan, Polda Jatim akan menggandeng Badan Intelijen Negara (BIN) dan interpol karena Veronica berada di luar negeri.
Atas kejadian ini, Pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda menyesalkan tindakan Kepolisian RI yang menetapkan Veronica sebagai tersangka.
Melansir dari abc.net.au, Benny yang kini bermukim di Oxford, Inggris, dalam wawancara dengan program Pacific Beat dari ABC Radio menyesalkan penetapan tersangka terhadap Veronica.
"Dia seorang wanita yang selalu membela hak-hak asasi manusia, dia sama sekali tidak terlibat dalam permainan politik," ujar Benny dalam program yang disiarkan Kamis (5/9/2019).
Menurut Benny, Veronica yang selama ini konsisten menyuarakan situasi yang terjadi di Papua seharusnya tidak membuat ia dijadikan sasaran oleh pihak berwajib Indonesia.
Source | : | Twitter,abc.net.au,Kompas |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar