GridHot.ID - Menanggapi klarifikasi yang diberikan perusahaan es krim AICE, PT. Alpen Food Industry (PT AFI), F-SEDAR menegaskan serikat pekerja bukan hanya mempersoalkan perkara upah.
Dilansir laman resmi F-SEDAR, serikat pekerja juga mempermasalahkan cuti haid yang sulit diambil serta cuti sakit yang sulit diurus.
Seorang pekerja perempuan, Elitha Tri Novianty, menceritakan kesulitannya untuk mendapatkan cuti haid.
Padahal, Elitha memiliki permasalahan kesehatan yaitu endometriosis.
Menurut Elitha, setiap kali dirinya datang bulan, dia mengalami pendarahan yang begitu banyak.
Tak hanya itu, dia juga mengaku merasakan nyeri luar biasa setiap kali haid.
Baca Juga: 'Pengusaha AICE Nggak Ada Takut-takutnya Walau Kasus Lagi Diproses Polisi'
Namun, Elitha terpaksa tetap masuk kerja karena tak mendapat surat keterangan dokter (SKD) untuk bisa libur kerja tanpa ada pemotongan gaji.
"Kenapa saya maksain kerja, karena setiap saya minta SKD dari pihak klinik, dari faskes 1, keluhan sakit haid ini dia bilang ini sakit biasa, dia nggak mau ngasih SKD," terang Elitha, saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (1/3/2020) siang.
"Sedangkan kalau di PT Alpen itu kalau tidak ada SKD itu dipotong gaji, jadi daripada saya harus dipotong terus gajinya gara-gara saya pendarahan terus ya saya maksain untuk masuk waktu tanggal 6 Januari itu," sambungnya.
Rupanya, kondisi Elitha saat itu semakin memburuk.
Elitha yang berobat ke klinik perusahaan, mengaku hanya diberi pereda nyeri.
"Kalau haid biasa, pakai pereda nyeri udah sembuh ya, ini nggak sembuh malah makin nggak bisa nahan sakit," ungkap Elitha.
"Besoknya saya nggak masuk kerja soalnya pendarahan makin banyak, saya pendarahan dari 2 Januari 2020 sampai 5 Februari 2020, sekitar 1 bulan itu pendarahan terus-terusan, nggak berhenti," tambahnya
Akhirnya, Elitha memutuskan untuk memeriksakan diri ke Rumah Sakit Hermina menggunakan uang pribadinya.
Dari hasil USG di rumah sakit tersebut, Elitha mengetahui endometriosisnya semakin parah.
Elitha pun menunjukkan hasilnya pada dokter dari klinik perusahaan.
"Dokter yang di klinik perusahaan bilang kondisi kayak gini nggak bisa dibawa kerja lagi, takutnya terjadi pendarahan di tempat kerja," kata Elitha.
Elitha kemudian menjalani operasi pada 7 Februari 2020.
Namun, SKD dari pengobatannya tersebut tidak diterima oleh perusahaan.
Gaji Elitha pun dipotong.
"Bahkan bulan lalu sempat digaji di bawah UMK, dipotong sampai setengah gaji,
udah protes, katanya mau dirapel bulan ini tapi ternyata nggak," ujar dia.
Elitha juga menuturkan, perusahaan baru mengambil kebijakan setelah mendapat tekanan dari serikat pekerja.
"Akhirnya mereka baru datang ke rumah saya setelah saya berminggu-minggu nggak masuk kerja, itu juga setelah ditekan sama serikat," kata Elitha.
"Terus mereka kemarin ngasih kebijakan setelah operasi (libur) satu minggu saja," sambungnya.
Elitha menyebut kondisinya semakin parah ketika perusahaan memberikan demosi pada Elitha.
Demosi tersebut ia terima akibat dirinya ikut mendemo perusahaan pada 2017 lalu.
"Saya diturunkan jabatan itu gara-gara saya ikut mogok kerja pada tahun 2017, seharusnya tidak boleh kan itu termasuk tindakan balasan dari perusahaan," tutur Elitha.
Merasa tidak mampu untuk bekerja di bagian produksi dalam kondisi kesehatannya tersebut, Elitha pun melakukan negosiasi dengan HRD.
"Saya coba untuk menegosiasi tapi dari perusahaan tetap menurunkan jabatan saya, saya tetap di produksi sampai sekarang," ujarnya.
Namun, Elitha juga mengatakan, sebelum ia dioperasi, perusahaan memindahkannya ke bagian produksi yang beban kerjanya lebih ringan.
Kendati demikian, kondisi Elitha sudah melemah sehingga ia pun harus dioperasi.
Menurut Elitha, banyak buruh perempuan lainnya yang kesulitan memperoleh cuti haid di saat kondisinya tidak memungkinkan untuk bekerja.
Hal itu lantaran faskes setempat yang mereka tuju tidak dapat memberikan SKD.
"Jadi kan perusahaan itu hanya memberikan cuti haid kalau ada SKD dari faskes setempat, yang kita daftarkan ke BPJS, sedangkan teman-teman, termasuk saya ketika minta SKD ke klinik perusahaan itu mereka akan bilang 'ini kan bukan penanganan dokter umum, ini penanganan bidan karena ini berkaitan dengan siklus haid dan kandungan, ini bukan spesialis saya'," terang Elitha.
"Sedangkan teman-teman sendiri kalau pakai SKD dari bidan atau dokter yang lain, nggak diterima sama perusahaan, jadi kalau izin sakit, dipotong gaji," sambungnya.
Elitha menyampaikan, aksi mogoknya tak pernah bertujuan untuk menjatuhkan AICE Indonesia.
Dia hanya ingin perusahaan bersikap lebih baik pada karyawannya.
"Saya tidak ingin menjatuhkan AICE, tapi kalau misalkan buruh atau karyawannya diperlakukan seperti ini, tidak memanusiakan manusia, ya kan mereka juga merekrutnya manusia, bukan robot. Jadi kalau mereka mau dimajukan oleh kita ya mereka juga harus bisa mensejahterakan karyawannya," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Serikat Pekerja Persoalkan Sulitnya Buruh Aice Ambil Cuti Haid, Seorang Buruh Ungkap Kisahnya"
(*)
Source | : | Tribunnews.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar