"Kami sudah mulai mengadakan pertemuan dengan semua rumah sakit di Jakarta, memberi tahu mereka tentang adanya virus Pneunomia Wuhan (saat itu belum disebut Covid-19)," kata Anies, dilansir dari The Sydney Morning Herald, Sabtu (9/5).
Kala itu, Anies telah memasang hotline kepada 190 rumah sakit di Jakarta untuk melayani konsultasi virus corona.
"Jumlahnya (kasus Covid-19) terus meningkat pada bulan Januari hingga bulan Februari, kami lantas menetapkan keputusan pemerintah, membagi tugas untuk menangani Covid-19 di pemerintahan provinsi (Jakarta)," kata Anies.
Meski begitu, Anies tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian laboratorium ketika pasien melapor adanya indikasi dengan gejala mengarah pada virus corona.
"Dan kemudian ketika jumlah kasusnya terus naik, pada waktu itu kami tidak diizinkan melakukan pengujian. Jadi, setiap kali kami memiliki kasus, kami mengirimkan sampel ke lab nasional (yang dikendalikan pemerintah pusat/Kemenkes)," ungkapnya.
"Dan kemudian lab nasional akan menginformasikan, positif atau negatif. Pada akhir Februari, kami bertanya-tanya mengapa semuanya negatif?" lanjut Anies, merasa sanksi jika Indonesia nol kasus corona.
Anies berniat untuk menyampaikan data pantauannya, namun pemerintah pusat terus mengatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kasus positif.
"Pada waktu itu saya memutuskan untuk go public dan saya katakan kami telah memantau, ini adalah angkanya. kemenkes menanggapi, mengatakan kami tidak memiliki kasus positif," jelasnya.
Sebagai orang yang merasa bertanggung jawab atas Jakarta, Anies berusaha sedini mungkin melacak kasus infeksi.
Sebab saat itu dunia Internasional bahkan telah mewanti-wanti pemerintah Indonesia.