"Padahal, instrumen penindakan menjadi salah satu bagian utama untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan korupsi," ujar Kurnia.
Peneliti TII Alvin Nicola melanjutkan, fungsi pencegahan yang dilakukan juga belum berjalan optimal bila melihat minimnya koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum dan daerah.
Di samping itu, Alvin juga menyoroti stagnasi program pencegahan korupsi di sektor strategis dan strategi nasional pencegahan korupsi yang dinilai belum efektif.
"Sehingga, KPK dalam hal ini penting untuk merombak ulang strategi pencegahan karena terbukti gagal dalam enam bulan terakhir," kata Alvin.
Sementara itu, kebijakan internal KPK dinilai sering kali hanya didasari pada penilaian subyektivitas semata.
"Bahkan dengan melihat iklim di lembaga antirasuah saat ini, praktis publik dapat memahami bahwa terdapat dominasi dari salah satu pimpinan KPK dalam mengambil setiap kebijakan," kata Kurnia.
Hal itu, lanjut Kurnia, terlihat dari beberapa kejadian, antara lain pengembalian paksa penyidik KPK ke Polri, menghadirkan tersangka saat konferensi pers, serta gimmick-gimmick politik.
Atas persoalan-persoalan tersebut, ICW dan TII merekomendasikan KPK untuk membenahi sektor penindakan dengan memastikan adanya obyektivitas dan independensi dalam mengusut perkara.
Source | : | Kompas.com,Twitter,Kompas TV |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar