Q masih mengingat jelas peristiwa tersebut. Insiden terjadi seusai prosesi orientasi mahasiswa baru pada Agustus 2015 atau enam tahun silam.
Acara penting yang menjadi pamungkas seorang mahasiswa baru dikukuhkan menjadi warga civitas akademika Unair itu ternyata berakhir hingga larut malam.
Q mengaku saat itu kebingungan untuk mencari tempat istirahat. Di malam selarut tersebut, moda transportasi juga tak tentu apakah masih ada yang melintas di kawasan rute jalan depan kampus.
Mau pulang ke rumah kerabatnya, ia mengaku rikuh jikalau nanti bakal mengetuk pintu saat orang seisi rumah sedang terlelap. "Iya malam. Jam 12-an. Makanya gak ada angkot," jelasnya.
GANP rekan sesama mahasiswa di FIB seakan menjawab keresahannya. GANP menawarkan Q untuk menginap semalam di tempat kosnya, sebelum keesokan hari kembali ke rumah kerabatnya.
"Waktu itu saya juga berpikir mau pulang naik apa. Kendaraan juga enggak punya. Jadi akhirnya saya terima tawaran itu," terangnya.
Tak ada yang aneh dari perangai GANP saat mempersilakan Q beristirahat semalam di kamar kosnya.
Sebelum tidur, keduanya saling berbincang, sembari mengudap seporsi nasi goreng. Mengingat malam beranjak dini hari dan perut terasa kenyang, keduanya memutuskan beristirahat.
Di situlah petaka dimulai. Q terbangun di tengah tidurnya.
Samar-samar antara keadaan sadar dan tidak, Q merasa ada sebuah kain terbentang menutupi hampir sekujur tubuhnya.