Melansir Asia Review pada 26 September 2020 dalam artikel berjudul 'COVID-19 wipes out East Timor's dreams of oil and gas riches', sejak memperoleh kemerdekaan dari Indonesia pada tahun 2002, negara termuda dan termiskin di Asia Tenggara telah berduel dengan perusahaan minyak serta tetangganya yang jauh lebih besar, Australia, untuk menguasai mayoritas Ladang Gas 'Greater Sunrise'.
Dari ladang gas tersebut, 70% di antaranya terletak di perairan teritorial Timor Lorosae, dan sisanya 30% di perairan Australia.
Menurut perkiraan, ada cadangan lebih dari 5 triliun kaki kubik (141,5 miliar meter kubik) gas alam dan 226 juta barel minyak, Greater Sunrise bernilai sekitar $ 50 miliar sebelum pandemi melanda.
Sementara itu, pahlawan kemerdekaan Xanana Gusmao, sekaligus presiden pertama dan mantan perdana menteri Timor Leste, telah mengusulkan dan memperjuangkan proyek Tasi Mane senilai $ 18 miliar.
Proyek itu akan mencakup kilang LNG di darat dan kilang minyak yang terhubung ke ladang Greater Sunrise melalui pipa sepanjang 286 km melintasi lintas Laut Timor.
Di bawah pengawasan Gusmao, Timor Lorosa'e telah menghabiskan ratusan juta dolar untuk membangun bandara yang tidak digunakan untuk Tasi Mane serta jalan raya buatan China yang sekarang dibanjiri hutan.
Setelah membeli mantan mitranya di Greater Sunrise, yaitu ConocoPhillips dan Shell, senilai $ 650 juta, Timor Lorosa'e adalah 57% pemilik mayoritas sumber daya, dengan Woodside Petroleum Australia memegang 33% saham dan Osaka Gas Jepang memiliki 10%.
Source | : | Intisari Online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar