Mungkin salah satu penyebab merosotnya ekonomi Bumi Lorosae adalah setelah membayar 650 juta dolar pada tahun 2018 kepada perusahaan Shell and ConocoPhillips untuk membeli saham mereka di ladang migas Greater Sunrise.
Greater Sunrise masih dioperasikan oleh Woodside Petroleum Australia, dan oleh sebab itu saham Timor Leste sudah bernilai nol.
Kesepakatan itu merupakan langkah pertama rencana besar yang dieram layaknya telur unggas oleh presiden dan mantan perdana menteri Xanana Gusmao, yaitu untuk membangun industri minyak lokal.
Rencana itu melibatkan 450 juta dolar untuk bandara dan jalan raya yang dibangun di pantai selatan dengan penduduk yang jarang.
Xanana Gusmao telah diperingatkan oleh semua ahli yang mengatakan jika seluruh rencana tersebut sangat tidak fleksibel.
Dampaknya baru terasa saat ini, dengan menguras kantong Timor Leste setidaknya 1,1 miliar dolar, senilai dengan pendapatan kotor negara itu tahun lalu, atau sebesar Rp 16 triliun.
Bisnis yang tidak kompeten itu seharusnya tidak dilanjutkan lagi, sedangkan investasi di bidang pertanian hanya menarik sekitar 2% dari APBNl tahun lalu, padahal 80% populasi Timor Leste bergantung pada investasi tersebut untuk bertahan hidup.
Investasi kesehatan hanya mencakup 0,3% GDP, pendidikan pun hanya mendapat porsi 0,2% GDP.
Inilah letak akar masalahnya: alokasi bagian terbesar dari pengeluaran pemerintah digunakan untuk proyek infrastruktur dan kesombongan berskala besar.
Satu-satunya cara mencegah Timor Leste dari kehancuran adalah menyesuaikan perkembangan ekonomi dengan pendekatan yang berfokus pada penyediaan jasa-jasa dasar dan membangun industri yang lebih beragam yang akan menyediakan lapangan pekerjaan jangka panjang seperti industri wisata dan manufaktur.