Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Kehilangan buah hati tentu merupakan pukulan keras bagi seorang ibu.
Seperti halnya yang terjadi pada Yaidah, perempuan 51 tahun yang merupakan warga Lembah Harapan, Lidah Wetan, Surabaya.
Melansir Kompas Tv, Ia baru saja kehilangan anaknya beberapa waktu lalu. Usai kematian anaknya, Yaidah harus mengurus surat kematian untuk mencairkan dana asuransi.
Ia diberi tenggat waktu 60 hari oleh pihak asuransi. Rentetan pengalaman pahit ia rasakan saat mencoba berurusan dengan birokrasi.
Yaidah mengaku telah memberikan berkas-berkas yang diminta kepada kelurahan pada tanggal 25 Agustus.
Hampir sebulan, berkas tersebut tak kunjung selesai, ia kemudian justru mendatangi dispenduk.
Saat berada di Dispenduk, ia pun mengaku dipersulit oleh petugas dengan disuruh balik ke kelurahan dengan alasan tidak bisa melayani selama covid-19.
“Setelah dilihat berkas saya, dia langsung ngomong. Buk, sekarang ndak melayani tatap muka. Ibu harus kembali ke keluarahan. Saya marah-marah, ini berkas sudah berminggu-minggu di kelurahan” ungkap Yaidah kepada Kompas TV.
Saat berada di dispenduk, ia pun mengaku sempat dioper ke sana kemari oleh petugas, hingga pada akhirnya, ia mendapatkan nomor akte kematian anaknya.
Masalah tak lantas berhenti sampai di sini. Yaidah kemudian diberi tahu oleh petugas bahwa surat kematian anaknya tak bisa diakses, karena nama anaknya memiliki tanda petik.
Ia pun lantas dikirim ke Jakarta untuk mengurusi surat tersebut.
Di Jakarta, ia justru diberi tahu oleh petugas, bahwa pengurusan akte kematian dilakukan di wilayah masing-masing.
Petugas pusat pun kemudian membantu untuk menghubungi Surabaya dan memastikan terkait akte kematian tersebut.
“Ini akte kematian ini diterbitkan di wilayah masing-masing. Langsung ditelepon Pak Erlangga (dispenduk Surabaya). Pak, ini kok ada warga bapak yang urus akte kematian ke Jakarta?” ungkap Yaidah menirukan suara petugas pusat.
Setelah dibantu oleh petugas pusat tersebut, barulah surat kematian anaknya bisa langsung diterbikan, pada hari itu juga.
Dilansir dari Tribun Jatim, Dispendukcapil memberikan klarifikasi terkait ramainya kisah Yaidah itu. Pemkot meminta maaf dan menyebut hal itu lantaran miskomunikasi.
Kepala Dispendukcapil Surabaya, Agus Imam Sonhaji mengatakan, saat Yaidah ke Siola saat itu memang pelayanan tatap muka sementara ditiadakan.
“Kebanyakan mereka bekerja dari rumah,” kata Agus.
Yaidah disana mendapat informasi dari petugas yang kurang tepat. Sebab, petugas itu tidak memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan Adminduk (Administrasi Kependudukan).
Alhasil, Yaidah salah menangkap pemahaman dan mengharuskan ke Kemendagri untuk menyelesaikan akta kematian anaknya itu.
"Sebenarnya proses input nama yang bertanda petik ke SIAK dapat diselesaikan oleh Dispendukcapil. Progres itu juga dapat di-tracking melalui pengaduan beberapa kanal resmi Dispendukcapil,” terang Agus.
"Kita tetap menyampaikan permohonan maaf kepada Bu Yaidah atas miskomunikasi ini, kami minta maaf. Ini juga sebagai evaluasi catatan bagi kami agar ke depan lebih maksimal dalam melayani,” ucap Agus. (*)