"Kashmir berbeda dari bagian lain India karena memiliki hak konstitusional eksklusif tertentu, tetapi undang-undang pertanahan baru ini terasa seperti satu lagi serangan terhadap identitas kami," kata Ashraf.
Namun, Letnan Gubernur Jammu dan Kashmir yang ditunjuk pemerintah federal, Manoj Sinha, mengatakan undang-undang baru akan memastikan kemajuan, pembangunan, dan lapangan kerja di wilayah tersebut.
"Di wilayah yang diidentifikasi sebagai kawasan industri, kami ingin industri yang baik muncul di sini, seperti di negara lain, sehingga ada kemajuan, pembangunan, dan lapangan kerja," kata Sinha.
Pengumuman datang setahun setelah pemerintah Partai Bharatiya Janata (BJP) mencabut status khusus konstitusi.
India membatalkan Pasal 370 dan 35A undang-undang tersebut, yang memberikan otonomi terbatas kepada Kashmir dan melindungi hak domisili dan pekerjaan mereka.
Setelah pencabutan status khusus Kashmir, negara bagian itu dibagi menjadi dua wilayah, Ladakh, dan Jammu dan Kashmir, dengan semua kegiatan demokrasi dan politik ditangguhkan selama beberapa bulan.
"Perubahan dalam hukum pertanahan ini adalah konsekuensi alami setelah pencabutan status khusus Kashmir dan perubahan dalam konstitusi," kata advokat Subhash Chander Gupta yang berbasis di Jammu kepada Arab News.
Dia menambahkan pemerintah pusat khawatir dan berpikir bahwa, "Kecuali kami melakukan seperti ini, kami tidak akan berhasil dalam upaya kami."
"New Delhi tidak membiarkan sesuatu terjadi secara alami. Ingin mendorong dan menciptakan lebih banyak kemarahan di antara orang-orang Kashmir. Saya rasa undang-undang baru ini tidak cukup berarti bagi kami," ujarnya.
Dia menambahkan, perubahan UU pertanahan juga menimbulkan unsur ketakutan di kalangan masyarakat Jammu.
Disebutkan, sebelumnya, masyarakat Jammu merasa ini adalah pertarungan antara New Delhi dan Srinagar
Gupta menyatakan saat ini mulai menyadari bahwa janji yang dibuat oleh New Delhi tidak akan terwujud.
Source | : | Serambinews.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar