"Ujung-ujungnya, kalau tanahnya harus dilepas, tanah daerah nonmuslim juga ikut lenyap," ujar Gupta.
Langkah tersebut mendapat reaksi keras dari beberapa partai politik di Kashmir, dengan beberapa orang menyebut perubahan terbaru sebagai hal yang tidak dapat diterima.
Mehbooba Mufti, mantan menteri utama Kashmir sebelum dialihkan menjadi dua unit yang dikelola pemerintah federal, menyebut keputusan itu jahat.
Mufti mentweet, "Langkah lain yang merupakan bagian dari desain jahat pemerintah untuk melemahkan dan mencabut hak rakyat Jammu dan Kashmir."
Sementara itu, seorang warga Kashmir yang terlantar dari komunitas Hindu di lembah itu, yang bermigrasi ke bagian lain negara itu ketika situasi keamanan memburuk pada 1990-an, mengatakan merasa dikhianati.
"Saya merasa dikhianati, pemerintah ingin merebut tanah kami untuk diberikan kepada orang luar dan membiarkan orang-orang seperti kami dalam ketidakpastian dan ini tidak pernah terbayangkan," kata Satish Mahaldar yang berbasis di New Delhi.
Namun, BJP mengatakan keputusan itu menyambut perubahan yang akan memperkuat persatuan negara.
"Tidak hanya akan ada investor yang datang ke kawasan itu, tetapi juga akan memperkuat persatuan dan integritas bangsa," kata pemimpin BJP yang berbasis di Jammu dan mantan wakil menteri utama Kavindra Gupta kepada Arab News.
Dia menambahkan para pemimpin di lembah yang menentang langkah itu berbicara dalam bahasa Pakistan dan China.
Tetapi para ahli politik mengatakan undang-undang baru itu tidak berarti apa-apa, jika sengketa Kashmir dibiarkan diabaikan.
Wilayah itu terbagi antara India dan Pakistan, yang telah bertikai dalam dua konflik memperebutkan wilayah yang disengketakan.
"Sengketa ini melibatkan India, China, dan Pakistan," kata Prof. Abdul Gani Bhat, mantan pemimpin Konferensi Hurriyat.
Source | : | Serambinews.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar