Twit David Lipson itu lantas ditanggapi oleh Ross Tapsell. Ross merupakan pengajar senior di School of Culture, History and Languange Australian National University (ANU). Ross Tapsell juga dikenal memiliki konsentrasi studi terhadap kondisi sosial politik di Indonesia.
Dalam kicauannya, Tapsell menyindir bahwa kondisinya tak akan terlalu sama persis dengan Indonesia apabila nantinya calon yang kalah tidak masuk ke kabinet calon yang menang.
"Absolutely. But it's not truly Indonesian politics unless Trump ends up Biden's Secretary of Defense," tulis Ross.
Apa yang dituliskan Ross ini merujuk kepada Prabowo Subianto sebagai capres yang kalah dalam pemilu akhirnya masuk di kabinet Joko Widodo yang memenangi Pemilu 2019.
Twit keduanya sama-sama mendapat respons luas dari netizen di Indonesia. Ada yang sepakat, tetapi banyak pula yang menanggapinya dengan pernyataan bernada humor.
Melihat kondisi ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengarakan, kondisi Pilpres AS dengan Pilpres Indonesia 2019 memang memiliki kesamaan. Pertama, kedua calon sama-sama bersaing secara habis-habisan.
"Persaingannya habis-habisan. Hinga titik darah penghabisan. Sehingga (saat itu) Prabowo mengklaim kemenangan. Walaupun kalah. Ini sepertinya mirip di AS saat ini," ujar Ujang ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (5/11/2020).
Selain itu, polarisasi yang terjadi di AS pun menurut Ujang sama dengan Indonesia pada tahun lalu. Dia menilai, kemungkinan karena kedua negara sama-sama menganut sistem demokrasi.
"Dan demokrasi di Indonesiakan banyak merujuk ke AS.Demokrasi memang menghasilkan persaingan kontestasi terbuka dan ketat. Dan persaingan dalam kontestasi politik tersebut bisa mengarah ke polarisasi dan konflik," kata Ujang.
Namun, kata dia, demokrasi juga punya jalan keluar dengan cara konsensus.
Source | : | kontan |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar