Gridhot.ID -Pasukan khusus Indonesia selalu mendapat misi-misi dengan tingkat kesulitan sangat tinggi.
Mereka bahkan harus menyamar dan menyusup ke sarang musuh dengan resiko nyawa melayang jika tertangkap.
Termasuk saat melancarkan operasi militer ke Timor Leste dalam upaya mengintegrasikan wilayah tersebut ke Indonesia.
Seperti diketahui, bergabungnya Timor Leste dengan Indonesia terjadi melalui serangkaian pertempuran.
Sebelum melancarkan operasi tempur ke salah satu target, umumnya kekuatan militer di suatu negara terlebih dahulu akan dikirimkan pasukan intelijen.
Tujuan pasukan intelijen yang masuk ke daerah musuh secara diam-diam itu adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai kekuatan tempur lawan.
Target lainnya yang diintai adalah wilayah yang akan menjadi operasi pendaratan pasukan baik dari laut maupun udara, dan berusaha membangun kontak dengan kelompok-kelompok perlawanan setempat.
Ketika militer Indonesia (ABRI) berencana akan melakukan operasi militer ke Timor Timur (sekarang Timor Leste) demi mendukung rakyat yang mau berintegrasi dengan RI, langkah awal yang ditempuh adalah melancarkan operasi intelijen terlebih dahulu.
Demi melancarkan operasi intelijen itu, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) mendirikan semacam markas (safe house) di Motaain, Belu, NTT yang berfungsi untuk membentuk jaringan dengan kelompok-kelompok pro integrasi yang ada di Tim-Tim.
Petinggi Bakin yang mengendalikan operasi intelijen di Motaain adalah Ketua G-1/Intelijen Hankam, Mayjen Benny Moerdani.