"Yang jadi masalah karena datanya memang amburadul, namanya juga bodong, banyak tipu-tipunya, sehingga banyak perlu waktu untuk klarifikasi," ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Jumat (27/11/2020).
Dalam kasus tersebut, Kampung Kurma Group menawarkan 4.208 kavling dengan bonus sebuah pohon kurma untuk masing-masing kavling.
Menurut dia, penjual juga menjanjikan akan mendirikan pesantren, masjid, arena olahraga, kolam renang, dan fasilitas lainnya.
Dari jumlah korban yang mencapai 2.000 orang, polisi mengatakan sebagian besar tidak mendapatkan kavling maupun fasilitas yang diiming-imingi penjual.
Sementara, perusahaan itu disebutkan sudah mengantongi Rp 333 miliar dari penjualan kavling.
Menurut Awi, data yang tidak lengkap itu juga membuat penyidik terkendala untuk melakukan penyitaan.
"Ini memang lagi proses pemanggilan saksi-saksi dan proses tracing asset. Makanya sampai sekarang juga belum ada yang disita. Ini yang harus diklarifikasi," ujarnya.
"Termasuk harus diklarifikasi pembayaran, mana yang DP, mana yang sudah lunas, itu pun harus diklarifikasi satu per satu," sambung dia.
Kesulitan lainnya, kata Awi, adalah lokasi perusahaan tersebut yang saling berjauhan.