Lalu, hingga pertengahan Oktober, kapal perang AS telah berlayar melalui Selat Taiwan sebanyak 10 kali, mengacu catatan publik dari otoritas pertahanan Taiwan.
Kehadiran kapal perang AS di LCS sekali lagi menunjukkan, AS adalah perusak perdamaian dan stabilitas regional, Zhang Junshe, peneliti senior di Institut Penelitian Studi Militer Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat Asia (PLA), mengatakan kepadaGlobal Times.
Zhang memperkirakan, AS kemungkinan besar akan melakukan latihan amfibi di LCS dan mobilisasi pasukan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Melansir dari Sosok.ID, sejauh ini sedikit negara yang masih mempertahankan tradisi serbuan amphibi dengan marinir.
Inggris, Prancis, AS, China, Belanda dan Indonesia adalah contoh negara yang masih mempertahankan kegunaan Marinir untuk melakukan serbuan dengan pendaratan amphibi.
Karena selain mahal, melakukan pendaratan amphibi ke pantai musuh juga memiliki resiko kerugian sangat besar.
Marinir AS lantas mencoba mengubah doktrin ini. Mereka lebih memilih menggunakan Mobile Udara (Mobud) untuk melakukan serangan ke wilayah musuh.
Pikir AS, dengan penggunaan helikopter yang dikawal kavaleri terbang AH-1Z Viper Zulu memungkinkan mereka langsung menyerbu jantung pertahanan musuh.
Cara itu dianggap lebih efektif ketimbang bersusah payah menusuk dari bibir pantai dan baru menyerang ke kedalaman wilayah lawan, hal yang melelahkan dan membuang-buang sumber daya.
Maka jangan heran jika marinir AS saat ini menggunakan Landing Helicopter Dock (LHD) dengan banyak tiltrotor di dek USS Wasp karena mereka memilih cara di atas dari pada dengan tank amphibi.
Artikel ini pernah tayang di Kontan dengan judul:"Bergolak lagi, dua kapal perang AS memasuki Laut China Selatan."