Selanjutnya, pasukan tentara China mulai mempelajari berbagai strategi perang yang terjadi di dunia.
Salah satunya dari konflik Armenia-Azerbaijan yang berlangsung selama 44 hari sejak September sampai November lalu.
Sebuah artikel yang terbit di Naval and Merchant Ships, majalah militer China, mereview bagaimana tentara Armenia kewalahan karena Azerbaijan.
Superioritas Armenia memang remuk dan hancur dengan strategi hebat Azerbaijan, meskipun Armenia kuat dalam pasukan darat dilengkapi tank, radar dan kendaraan bersenjata lainnya, tentara Armenia menjadi mangsa mudah bagi Azerbaijan.
Mereka menggunakan Bayraktar TB2 yang bisa luncurkan serangan tepat melawan target di parit dan kendaraan yang bergerak.
Drone terbang tersebut juga mengambil video, sembari tunjukkan tentara Armenia diidentifikasi dan kemudian ditarget oleh drone senjata itu.
Azerbaijan juga menggunakan drone sebagai alat pengintai, sehingga Azerbaijan sangat terbantu memukul mundur tentara Armenia.
Artikel di Naval and Merchant Ships mengatakan "di kasus konflik Nagorno-Karabakh, perisai yang digunakan untuk menangkis drone tidak digunakan secara efektif.
"Meskipun drone kedua belah pihak dihantam dengan hebat oleh pihak musuh, tapi bukti pentingnya drone senjata di perang sudah terpampang jelas dan tidak ada dari kedua belah pihak yang bisa mengalahkan drone."
Artikel dilanjutkan dengan "Militer kami memiliki jumlah besar drone dengan berbagai tipe dan juga menghadapi ancaman drone musuh…dibandingkan dengan drone yang kami lihat di konflik Nagorno-Karabakh, drone yang mengancam kami lebih canggih, sulit dideteksi dan sulit mempertahankan diri darinya."