"Jadi memang kehadiran saya sebagai pribadi, kedua sebetulnya adalah prinsip leadership, dan itulah yang memang harus dilakukan oleh pimpinan ketika ada masalah, gangguan, peristiwa yang mengganggu terjadi pada institusi ini atau pada orang-orang yang ada di dalam institusi," kata dia.
Arief mengatakan ia diadukan melakukan pelanggaran kode etik karena mengantarkan Evi mendaftarkan gugatan ke PTUN.
Dalam persidangan, Arief telah menjelaskan bahwa ia bukan mengantarkan Evi, karena Evi bersama kuasa hukumnya telah mendaftarkan gugatan pada pagi harinya.
Baca Juga: Mobil Dinas yang Diparkirnya Terpayung Kanopi Jadi Viral, Komisioner KPU NTB Ini Minta Maaf dan Bongkar Garasi Dadakannya, Sang Istri Pasang Badan: Bapak Hanya Ingin Merawat Mobil Negara
"Sementara saya mendengar kabar Bu Evi dan kuasa hukumnya sedang ada di pengadilan dan saya datang kurang lebih pukul 11.30 WIB karena saya ingat betul hari itu hari Jumat, menjelang salat Jumat," ujarnya.
Evi menilai hukuman yang dijatuhkan DKPP berlebihan. Karena Arief melaksanakan proses pengaktifan Evi kembali sebagai anggota KPU bukan dalam bentuk tindakan pribadi tetapi keputusan secara kelembagaan.
Serta tindakan yang diambil lembaga KPU juga didasarkan dari SK Presiden Jokowi yang membatalkan SK sebelumnya soal pemberhentian Evi.
"Berlebihan menurut saya hukuman ini diberikan kepada pak Ketua KPU. Apalagi surat yang beliau keluarkan untuk menyampaikan SK Presiden tentang pembatalan SK pemberhentian saya tersebut," kata Evi.
(*)
Source | : | Kompas.com,Antara |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar