Menurut Menkeu, selama ini PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan.
"Jadi tidak tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa token listrik dan voucer," tegasnya.
Menanggapi peraturan menteri tersebut, ekonom Rizal Ramli buka suara.
Dilansir dari Kompas TV, pakar Ekonomi Rizal Ramli mengkritik pemerintah terkait kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, token listrik, kartu perdana, dan voucer.
Rizal menyebut, pengenaan pajak ini cara tak kreatif mengatasi utang Indonesia.
Pemerintah Indonesia pada akhir 2020 memiliki utang sebesar Rp6074,56 triliun. APBN juga menyebut, beban bunga utang mencapai Rp3737,26 untuk tahun 2021 ini.
Baca Juga: Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional Sisa Ratusan Triliun, Bagaimana Nasibnya?
Pemerintah pun menargetkan akan berutang lagi sebesar Rp1.654,92 triliun.
"Ngutang ugal-ugalan dengan bunga kemahalan, neraca primer negatif selama 6 tahun, pajakin rakyat kecil yang pakai token listrik dan pulsa," kata Rizal Ramli Sabtu (30/1/2021).
Rizal terutama mengkritik Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menerbitkan aturan pajak pulsa. Rizal Ramli juga mengatakan Sri Mulyani membuat kebijakan ini berdasarkan saran dari orang tak kompeten.
"Mbok kreatif dikit kek. Udah ndak ngerti, dengerin medioker," kata Rizal Ramli.