Laporan polisi itu, kata U, dibuat Pariyem atas desakan warga yang tak puas. Padahal, masalah antara Pariyem dan keluarganya telah selesai.
“Pihak warga menggebu-gebu membawa Pariyem ke kantor polisi (Mapolres), untuk melapor. Mau akhirnya dia diajak ke sana. Laporan ke polisi itu bukan kemauan Pariyem. Kemarin kami sudah clear, dan menyelesaikannya secara kekeluargaan,” kata U.
U mengaku memperlakukan Pariyem dengan baik. Ia dan istrinya juga menyayangi anak Pariyem yang masih berusia 12 tahun.
U menegaskan, tak mungkin menganiaya Pariyem. Sebab, Pariyem telah meringankan beban mereka untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.
"Kalau ditegur dan dimarahi, itu biasa. Baju disetrika sampai gosong, masak kita enggak marahi? Ngepel sampai basah dan sampai terpeleset, apa gak dimarahi? Apa dasarnya dia bilang begitu (melakukan kekerasan)? Karena sudah laporan, kami akan menjalani proses hukumnya,” kata U.
Sebelumnya, Pariyem, asisten rumah tangga yang meloncat dari lantai dua rumah majikannya di Kota Probolinggo, mengaku kerap mengalami kekerasan dari majikannya.
Ditemui di rumah anak tirinya di Kelurahan Wiroborang, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, ia mengaku sering mendapatkan perlakuan kasar dari majikan, khususnya majikan perempuan.
“Dulu saya sering dapat perlakukan kasar. Dulu sering dipukul, tiap hari dipukul. Dipukul pakai sandal, kadang pakai sepatu. Dipukul seadanya sudah (pakai alat yang ada waktu itu). Bagian kepala yang sering dipukul,” kata Pariyem, Rabu.(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunjateng.com |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Desy Kurniasari |
Komentar