"Saya malu kalau jual barang murahan, cukup harganya yang murah, kualitasnya jangan," kisahnya.
Dia mengatakan, dalam sehari bisa menghabiskan 50 kilogram beras dari pukul 06.00 WIB hingga 22.00 WIB.
"Kalau hari biasa bisa seribu mangkok sehari, namun karena pandemi berkurang cukup banyak," terangnya.
Sampai saat ini dia belum memiliki rencana untuk menaikan harga.
Buka Lapangan Kerja
Bahkan berbekal Rp 5 ribu, sudah bisa mendapatkan satu mangkuk soto, 4 buah gorengan dan segelas es teh.
Dwi menjelaskan, bahwa usahanya telah dirintis sejak tahun 2012 lalu.
"Sudah saya mulai sejak tahun 2012, dan Alhamdulillah tidak pernah naik hingga sekarang," katanya.
Dirinya sengaja memberi harga murah agar warga sekitarnya memiliki varian pilihan jajanan dengan harga rendah namun tetap berkualitas.
"Kalau soto harga Rp 4-5 ribu mungkin masih banyak, tapi kalau seribu mungkin saat ini saya sendirian," ujarnya.
Seperti yang Dwi jelaskan, semangkuk soto miliknya memang tak terasa murahan.
Kaldu daging sapi pada kuah soto masih terasa kuat.
Suwiran ayamnya juga masih cukup banyak, ditambah gorengan yang dihadirkan selalu diperbaharui sehingga akan tetap tersedia kehangatan untuk teman makan soto.
"Saya sengaja jaga kualitas, buat minyak goreng saja saya beli yang kemasan bukan jerigen," ungkapnya.
Meski harga murah, Dwi tak pernah merasa rugi yang terpenting dirinya bisa membantu warga sekitar dengan memberi lapangan kerja dan jajanan murah.
"Kita nyari berkah," ujarnya.
(*)
Source | : | wikipedia,Tribun Solo |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar