Beberapa presiden gagal mencapai kesepakatan dengan pemberontak, yang pemimpinnya Jose Maria Sison sekarang mengasingkan diri di Belanda.
Ketika dia mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2016, Duterte berjanji untuk mengakhiri pemberontakan melalui pembicaraan damai.
Di mana dia menyoroti hubungannya dengan komandan pemberontak ketika dia menjadi walikota Kota Davao di Mindanao, tempat pemberontakan komunis masih aktif.
Setelah menjabat, Duterte memerintahkan pembicaraan langsung dengan komunis.
Namun itu malah mengakibatkanbentrokan sengit antara pasukan pemerintah dan pemberontak pada tahun 2017.
Duterte lantas membatalkan proses perdamaian dan kemudian menandatangani proklamasi yang melabeli pejuang komunis tersebut sebagai "teroris".
Dia juga membujuk pasukan pemerintah untuk menembak pemberontak perempuan di alat kelamin mereka sebagai hukuman dan menawarkan hadiah untuk setiap pemberontak yang terbunuh.
Pada 2018, satuan tugas khusus dibentuk oleh presiden untuk menargetkan para pemberontak dan pendukungnya.
Hasilnya, dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah aktivis, pengacara, dan dokter ditembak mati.