Semisal berantem dengan orang tua sehingga menciptakan kondisi rumah yang tidak kondusif, maka pelariannya ya ke luar rumah.
"Ke luar itu (pertemanan) juga tergantung. Kalau komunitasnya positif, akan membentuk mereka menjadi positif. Kalau kebetulang gengnya negatif, nekat-nekatan dan sebagainya, itu akan mengubah pola pikir si remaja ini," jelas dia.
Selain itu, dia menjelaskan tentang sistem pembentukan saraf otak pada remaja, "Sistem saraf belum terbentuk sempurna dan baru terbentuk sempurna itu usia dewasa, usia 20 tahun ke atas" ungkap Hening.
Nah, pembentukan sistem saraf yang belum sempurna pada remaja ini, pada akhirnya menyebabkan remaja sulit untuk berpikir jauh ke depan.
"Jadi, risiko itu dia enggak mikirin. Yang penting saya mau lakukan, saya berani nekat. Nekat bener," kata dia.
Menurut Hening, nggak cuma menghadang truk, bahkan memanjat pagar sekolah untuk bolos juga termasuk tindakan nekat dan nggak berpikir panjang tentang resikonya.
Pola pikir seperti inilah yang membedakan remaja dan orang dewasa.
Hening mengatakan bahwa kasus remaja seperti nge-bm truk ini dipengaruhi oleh lingkungan pertemanannya.
"Setiap harinya, mungkin mereka hanya melihat teman-temannya, ikut-ikutan, lalu lama kelamaan dia merasa nyaman dan akhirnya berani memberhentikan truk yang luar biasa besar dibanding badannya," kata Hening.