Eran mengaku, sebelum menjadi tentara Israel dirinya adalah seorang pendidik (pengajar).
Ia juga mengaku menyukai anak-anak.
Demikian, ia merasa bingung mengapa anak-anak Palestina yang ditemuinya ketakutan.
Setelah disadari, Eran mengaku melihat banyak perspektif terhadap dirinya sendiri.
Akhirnya ia sadar dari atribut dan semua perlengkapan perang yang menempel di pakaiannya.
“I realized after seeing a lot of perspective that they looked at me, there were boots, army uniforms, helmets, 6 bags of ammunition, 2 grenades in my hand,”
“But I didn't realize it at the time and I really didn't understand it.” ujar Eran Efrati.
Kendati begitu, dari sana Eran segera menyadari bahwa pekerjaannya bukan untuk melindungi siapa pun.
Eran merasa pekerjaan yang harus ia ikuti bertolak belakang dengan hati nuraninya.
Ia juga sadar dan terketuk hatinya untuk mengkritisi penjajahan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina.
Source | : | Kompas.com,TribunSolo.com |
Penulis | : | Nicolaus |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar