Gridhot.ID - Kasus yang menjerat Edhy Prabowo sepertinya sudah mulai masuk ke babak akhir.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com sebelumnya, Edhy Prabowo diketahui menjadi terdakwa kasus dugaan suap ekspor benih bening lobster alias benur.
Kini Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, terdakwa kasus dugaan suap ekspor benih bening lobster alias benur, bercerita kehidupannya selama mendekam di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK).
Dikutip Gridhot dari Warta Kota, Edhy mengaku tak betah mendekam di rutan lembaga antirasuah tersebut selama sekitar 7 bulan.
Hal itu diungkapkan Edhy seusai sidang pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum pada KPK, atas perkaranya.
"Saya sudah 7 bulan mendekam di KPK, tidak enak, panas, jauh dari keluarga," tutur Edhy kepada awak media, di Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor), Selasa (29/6/2021).
Kendati begitu, politikus Partai Gerindra itu menyatakan akan tetap menjalani proses hukum.
Dia juga mengatakan akan tetap bertanggung jawab dengan kasus yang sedang menjeratnya.
"Saya mohon doa saja, proses (hukum) ini (akan tetap) saya jalani," ujarnya.
Edhy menyatakan, selama menjabat menteri yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), ia mengaku tak pernah terlintas dalam hatinya untuk korupsi.
"Jadi teman-teman, saya tidak bermaksud untuk menutup-nutupi."
"Saya hanya bicara fakta, kenapa saya harus ngajari anak buah saya cari uang tapi yang kecil-kecil kalau niatnya korupsi?"
"Tidak ada niat dari hidup saya untuk korupsi, apalagi mencuri," tutur Edhy.
Politikus Partai Gerindra tersebut juga merasa tak bersalah atas perkara ini.
Kendati begitu, dirinya tetap akan menyerahkan seluruh proses persidangan kepada majelis hakim.
"Saya merasa tidak salah dan tidak punya wewenang terhadap itu."
"Saya sudah delegasikan semua bukti persidangan, sudah terungkap tidak ada."
"Saya serahkan semuanya ke majelis hakim," ucap Edhy.
Edhy menegaskan dirinya tetap bertanggung jawab atas perkara suap yang terjadi di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada masa kepemimpinannya.
Menurutnya, hal itu sebagai upayanya bertanggung jawab, karena tak bisa mengendalikan beberapa stafnya yang juga turut terlibat sebagai terdakwa dalam perkara ini.
"Saya tidak lari dari tanggung jawab, tapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya."
"Sekali lagi, kesalahan mereka adalah kesalahan saya karena saya lalai," cetusnya.
Sebelumnya, JPU KPK membacakan tuntutan atas perkara dugaan suap ekspor benih bening lobster alias benur, untuk terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Tuntutan itu dibacakan jaksa di ruang sidang Kusumahatmaja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan Edhy Prabowo terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Jaksa juga menyatakan Edhy Prabowo melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dengan begitu, jaksa menuntut bekas Menteri Kelautan dan Perikanan itu dengan kurungan penjara selama 5 tahun, dikurangi masa tahanan sementara.
Jaksa juga menuntut hukuman denda untuk Edhy Prabowo sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada Edhy Prabowo selama 5 tahun penjara dikurangi masa tahanan sementara dan denda, dengan perintah tetap ditahan" tuntut jaksa.
Edhy juga dikenakan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan US$77 ribu.
"Jika tidak diganti, maka harta benda akan disita oleh negara."
"Jika harta tidak mencukupi, maka akan diganti hukuman pidana 2 tahun penjara," ucap jaksa.
Jaksa juga menuntut Edhy Prabowo dicabut hak dipilihnya sebagai pejabat publik selama 4 tahun, sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Jaksa menyatakan hal yang memberatkan Edhy Prabowo dalam perkara ini, karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.
Dia juga dianggap tidak memberikan teladan yang baik sebagai selaku penyelenggara negara, dalam hal ini menteri.
Sedangkan hal yang meringankan, jaksa menganggap politikus Partai Gerindra itu belum pernah ditahan, serta bersikap sopan dalam persidangan, dan beberapa barang korupsi telah disita negara.
Jaksa juga menuntut uang sekitar Rp 51,7 miliar yang berada di bank garansi dalam kasus suap izin ekspor benih bening lobster alias benur, dirampas untuk negara.
(*)