Tentu saja label 'terbesar' tersebut akan diiringi dengan biaya yang sangat besar dalam upaya mewujudkannya.
Indonesia sendiri sebenarnya tidak diminta untuk membayar penuh, melainkan 'hanya' 20 persen dari total biaya pengembangan tersebut.
Sayangnya, dalam kondisi pandemi yang kini menerjang hampir seluruh Nusantara, Indonesia 'keteteran' untuk memenuhi kewajibannya.
Hal inilah yang pada akhirnya membuat pihak oposisi Korea Selatan, seperti dilaporkan oleh Rep. Kang Dae-shik, dari Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan, Minggu (10/10/2021).
Mereka mendesak Indonesia untuk segera menyelesaikan penyusunan perjanjian akhir yang telah disusun saat Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo melakukan kunjungan ke Korea Selatan pada April lalu.
Dalam perjanjian tersebut, Prabowo meminta pengurangan prosi kontribusi Indonesia dalam proyek tersebut.
Selain itu, Prabowo juga meminta dilakukannya penyesuaian metode pembayaran, berikut dengan perpanjangan jangka waktu pembayarannya.
Source | : | Kompas.com,intisari-online |
Penulis | : | Nicolaus |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar